Saturday, September 10, 2011

Ulum al-Quran

1 Pengertian dan Sejarah Ulumul Quran

A. Definisi Ulumul Quran

Ulumul Quran terdiri dari dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-Quran’. Kata ‘ulum’ merupakan bentuk plural dari ‘`ilm’ yang secara etimologis berarti pengetahuan yang tersistem. Sedangkan kata al-Quran (bacaan) merupakan bentuk dasar (mashdar) dari kata ‘qaraa’ yang berarti membaca. Sedangkan menurut al-Zujaj, kata al-Quran merupakan isim sifat yang mengikuti wazan ‘fa`laan’ dan berasal dari kata “al-qar`u” yang berarti pengumpulan.[1]

Sebelum pembahasan berlanjut, agaknya perlu diulas lebih awal mengenai perbedaan antara Ilmu dan dogma. Hal demikian bertujuan agar tidak terjadi kerancuhan atau kesalah pahaman dalam memahami gagasan-gagasan agama. Dogma adalah sebuah proses simplifikasi terhadap persoalan yang rumit sedangkan ilmu adalah sebuah proses sofistikasi terhadap persoalan yang sederhana. Al-Quran pada mulanya adalah sesuatu yang kompleks. Pada proses kejadiannya ia mengalami proses yang sangat panjang melewati berbagai tahap. Tugas dogma adalah menyederhanakan proses yang rumit itu menjadi sebuah konsep sederhana agar mudah dipahami. Karena itu, oleh kalangan awam al-Quran sering didefinisikan sebagai “kitab suci yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas”.[2]

Sementara itu tugas ilmu pengetahuan adalah mengurai “kebenaran” sebagaimana adanya. Ilmu mencoba menjelaskan apa-apa yang diabaikan dogma. Dalam kasus kitab suci, Ilmu tidak hanya berhenti pada definisi yang diberikan oleh agen-agen ortodoksi tapi juga berusaha memasuki momen-momen historis ketika kitab suci itu diturunkan, disampaikan, dibukukan dan lain sebagainya. Dan itulah tugas daripada Ulumul Quran.

B. Tema-Tema Ulumul Quran

Pembahasan Ulumul Quran memang banyak, namun kita dapat memberikan klasifikasi berdasarkan tema-temanya sebagaimana berikut ini[3]:

Pertama, pembahasan-pembahasan yang berpautan dengan Nuzul al-Quran yaitu:

a. Auqat al-Nuzul wa Mawathin al-Nuzul

Berhubungan dengan ayat-ayat yang diturunkan di Makkah yang dinamai ayat Makkiyah, ayat-ayat yang diturunkan di kala Nabi berada di kampung atau disebut Hadlariyah, ayat-ayat yang diturunkan di dalam safar yang dinamai Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan disiang hari dinamai Nahriyah, ayat-ayat yang diturunkan dimalam hari yang dinamai Lailiyah.

b. Asbabun Nuzul

Berkenaan dengan sebab-sebab turunnya al-Quran.

c. Tarikhun Nuzul

Berkenaan dengan ayat yang mula-mula diturunkan dalam kaitan waktunya, yang berulang-ulang diturunkannya, yang terakhir hukumnya dari turunnya, yang turun tidak berurutan, yang turun dalam satu kesatuan dll.

Kedua, pembahasan masalah sanad. Hal ini berhubungan dengan enam macam persoalan, yakni yang mutawatir, yang ahad, yang syadz, beragam qiraat Nabi, para perawai dan huffadz, kaifiyat al-tahammul (cara penerimaan riwayat).

Ketiga, masalah bacaan (tata cara membaca), yaitu soal waqaf, ibtida’, imalah, mad, mentakhfifkan (meringankan bacaan) hamzah, idgham dll.

Keempat, masalah pembahasan-pembahasan lafad. Sebagaimana terkait dengan beberapa soal, yaitu gharib, mu’rab, majaz, musytarak, mutaradif, isti’arah dan tasyibih.

Kelima, masalah makna-makna al-Quran yang berpautan dengan hukum sebagaimana masalah lafadz ‘am yang tetap dalam keumumannya, ‘am yang dimaksudkan khusus, ‘am yang dikhususkan dengan sunnah, ‘am yang mengkhususkan sunnah, yang nash – yang zhahir – yang mujmal, yang mufashshal, yang manthuq – yang mafhum, yang muthlaq, yang muqayyad, yang muhkam, yang mutasyabih, yang musykil, yang nasikh dan mansukh, yang muqaddam, yang muakhkhar dan lain sebagainya.

Keenam, soal-soal makna al-Quran yang berpautan dengan lafad, yaitu fashl dan washl, ijaz, ithnab, musawah dan qashr.

Tujuan mempelajari ilmu-ilmu ini ialah: “Memperoleh keahlian dalam ber-isntinbath hukum syara` baik mengenai i`tiqad, amalan, budi pekerti maupun lainnya. Berikut ini merupakan tema-tema pokok dalam Ulumul Quran[4]:

a. Ilmu Mawathin al-Nuzul: Ilmu yang menerangkan tempat-tempat turun ayat, musimnya, awalnya, akhirnya. Kitab yang membahas ilmu ini, banyak. Diantaranya ialah “al-Itqan” susunan mufassir as-Suyuthi.

b. Ilmu Tawarikh al-Nuzul: Ilmu yang menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya satu demi satu dari awal turunnya, hingga akhirnya dan tertib turun surat, dengan sempurna.

c. Ilmu Asbab al-Nuzul: Ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat. Diantara kitab yang kita butuhkan dalam tema ini ialah “Lubabun Nuqul” karangan as-Suyuthi. Dalam pada itu perlu diingat, bahwa banyak riwayat dalam kitab ini yang tidak shahih.

d. Ilmu Qiraat: Ilmu yang menerangkan ragam qiraat (bacaan-bacaan) yang telah diterima Rasul SAW. Qiraat-qiraat ini ada sepuluh ragam dengan tujuh qiraat yang mutawatir, dan tiga yang masyhur. Perlu diketahui bahwa al-Quran atau mushaf yang kita jumpai dimanapun saat ini ditulis menurut qiraat Hafash, salah satu qiraat yang sepuluh itu. Adapun kitab yang paling utama untuk mempelajari ilmu ini ialah An-Nasyr fil Qiraatil ‘Asyr, gubahan yang amat mendalam oleh al-Imam Ibn al-Jazary.

e. Ilmu Tajwid: Ilmu yang menerangkan cara membaca al-Quran, tempat memulai dan pemberhentiannya (tempat-tempat ibtida’ dan waqafnya) dan hal lain yang berhubungan dengan itu.

f. Ilmu Gharib al-Quran: Ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang halus, tinggi dan pelik. Salah satu rujukan utama dalam mengkaji ilmu ini adalah “al-Mufradat”, tulisan yang amat mendalam mengenai al-Lughah al-Arabiyyah buah karya ar-Raghib al-Asfahany. Ada juga ilmu yang menerangkan kata-kata al-Quran yang bukan dari bahasa Arab Hijaz. Diantara kitab yang memaparkan ilmu ini, ialah “Lughat al-Qaba`il”, karangan al-Qasim Ibn Salam ditambah lagi dengan ilmu yang menerangkan kata-kata yang berasal dari yang bukan bahasa Arab, ilmu ini dapat ditelaah dalam kitab al-Itqan fi ulum al-Quran.

g. Ilmu I’rab al-Quran: Ilmu yang menerangkan baris al-Quran dan kedudukan lafad dalam ta’bir (susunan kalimat). Diantara kitab yang patut menjadi referensi dalam bidang ini adalah “Imla` ar-Rahman” karangan Abdul Baqa al-Ukhbari.

h. Ilmu Wujuh Wa al-Nazhair: Ilmu yang menerangkan kata-kata al-Quran yang mempunyai banyak arti. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Mut’taraq al-Aqran, karangan as-Suyuthi.

i. Ilmu Ma’rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabih: Ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap Mutasyabih. Salah satu kitab mengenai ilmu ini, ialah al-Manzhumah as-Sakhawiyah karangan al-Imam as-Sakhawy.

j. Ilmu Nasikh Wal Mansukh: Ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian para mufassirin. Untuk bidang ini ada beberapa kitab yang mengulas seperti: al-Nasikh wa al-Mansukh karangan Abu Ja`far an-Nahhas, al-Itqan karangan as-Suyuthi, Tarikh Tasyri’, Ushul al-Fiqh karangan al-Khudhary, kitab Dinullah fi Kutub Anbiya`ih karangan Dr. Taufiq Shidqy dan ad-Din al- Islami uraian Sayyid Amir Ali.

k. Ilmu Badai’ al-Quran: Ilmu yang mengulas keindahan-keindahan susunan bahasa al-Quran. Ilmu ini menerangkan kesusteraan al-Quran, keindahan dan ketinggian balaghah-nya. Untuk bidang ini kita bisa menela’ah kitab al-Itqan.

l. Ilmu I’jaz al-Quran: Ilmu yang menerangkan kekuatan susunan lafadz al-Quran, hingga telah dipandang menjadi mu’jizat atau dapat melemahkan segala ahli dalam bahasa dan sastra Arab untuk meyakinkan kita bahwa al-Quran itu benar-benar bukan susunan yang dibuat manusia, Tuhan sendiri yang menyusun dalam keadaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun jua. Diantara kitab yang memenuhi keperluan ini, ialah “I’jaz al-Quran”, karangan al-Baqilany.

m. Ilmu Tanasub Ayaat al-Quran: Ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan yang di mukanya dan dengan yang di belakangnya. Jika diperhatikan secara langsung, al-Quran dapat diketahui bahwa ayat-ayatnya putus-putus, yakni tidak bertalian, padahal ayat-ayat itu mempunyai “Munasabah” (kesesuaian atau keselarasan) antara yang satu dengan yang lainnya. Kitab yang memaparkan ilmu ini ialah “Nazhm ad-Durar”, karangan Ibrahim al-Biqa’.

n. Ilmu Aqsam al-Quran: Ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al Quran. Segala maksud dari sumpah al-Quran telah dibahas secara mendalam oleh Ibn al-Qayyim dalam kitabnya at-Tibyan.

o. Ilmu Amtsal al-Quran: Ilmu yang menerangkan pereumpamaan-perumpamaan dalam aat-ayat al-Quran. Salah satu Kitab yang bisa kita dapati ialah Amtsal al-Quran karangan al-Mawardi.

p. Ilmu jidal al-Quran: Ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah dihadapkan al-Quran kepada segenap kaum musyrikin dan lain-lain. Dalam ilmu ini kita dapat mengetahui cara-cara dan sikap-sikap yang digunakan al-Quran untuk berhadapan dengan mereka yang keras kepala. Pembahasan tentang cabang ilmu Quran ini bisa kita jumpai dalam karya Najamuddin ath-Thusy.

q. Ilmu Adabi Tilawat al-Quran: Ilmu yang menerangkan segala aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan saat membaca al-Quran. Segala adab, kesopanan dan kesantunan yang harus kita jaga dikala membaca al-Quran dengan jelas dibicarakan dalam ilmu ini. Salah satu kitab yang mengulas bidang ini adalah kitab “At-Tibyan” karangan Imam An-Nawawi.

Inilah sebagian dari tema Ulumul Quran. Sangat dibutuhkan pemahaman yang komprehensif dalam berbagai tema ini agar menghasilkan pengetahuan yang menyeluruh mengenai al-Quran.

C. Ruang Lingkup Ulumul Quran

Sebagaimana terbaginya Ulumul Hadis dalam dua ranah, secara umum pembahasan Ulumul Quran juga, yaitu:

I. Ilmu Riwayah, yakni ilmu-ilmu al-Quran yang diperoleh melalui jalan riwayat atau naql. Artinya dengan cara menceritakan kembali atau mengutip. Mislanya pengetahuan tentang macam-macam bacaan (qiraat), tempat turunnya ayat, waktu dan sebab-sebabnya.

II. Ilmu Dirayah, yakni ilmu-ilmu al-Quran yang diperoleh dengan jalan pembahasan dan penelitian. Misalnya pengetahuan tentang lafadz-lafadz yang gharib (asing), ayat nasikh dan mansukh dan lain-lain.

Sedangkan ruang lingkup Ulumul Quran dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

I. Dirasah Ma fi al-Quran: yaitu kajian yang dilakukan berkenaan dengan materi-materi yang terdapat dalam al-Quran seperti kajian tafsir al-Quran

II. Dirasah Ma Haula al-Quran: yaitu kajian yang dilakukan berkenaan dengan materi-materi seputar al-Quran namun lingkupnya di luar materi dalam seperti kajian mengenai Asbab an-Nuzul.

III. Living Quran: yaitu kajian mengenai penerapan dan aplikasi al-Quran pada masyarakat.

D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Quran

I. Abad I dan II Hijriyah

Pada masa Nabi, Abu Bakar dan Umar, Ulumul Quran belum dibukukan. Namun dengan merujuk pada definisi Ulumul Quran sebelumnya, sesungguhnya pada masa ini ia mulai tumbuh dan berkembang. Selanjutnya pada masa Uthman, penulisan al-Quran diseragamkan untuk menjaga persatuan umat Islam. Dan yang dilakukan oleh Uthman tersebut merupakan rintisan bagi lahirnya Ilmu Rasm al-Uthmani.

Pada masa berikutnya, Abu Aswad al-Du`ali meletakkan dasar-dasar gramatikal al-Quran (Qawa`id al-Nahwiyyah) atas perintah khalifah Ali Ibn Abi Thalib untuk memproteksi pelafalannya. Hal demikian dikarenakan pada masa ini ekspansi kerajaan Islam menyebar ke berbagai daerah dan penduduk non-Arab semakin banyak yang memeluk Agama Islam. Pada saat itulah timbul keresahan dari Ali sehingga memerintah Abu Aswad al-Du`ali untuk merumuskan kaidah gramatikal bahasa Arab agar bahasa al-Quran bisa dipahami dengan sistematis. Masa ini disebut sebagai permulaan Ilmu I`rab al-Quran.[5]

Pada saat Nabi masih hidup, setiap kali sahabat menanyakan suatu ayat, mereka langsung menanyakan kepada beliau. Namun saat Nabi telah wafat, mereka berijtihad dalam memberikan penafsiran al-Quran. Selanjutnya para sahabat berpencar di berbagai Negara dan mereka mempunya murid di setiap tempat tinggal mereka yang baru. Gabungan dari tiga sunber di atas yaitu penafsiran Nabi, penafsiran sahabat dan penafsiran tabi`in dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai ‘Tafsir bi al-Ma`thur’. Masa ini dapat dijadikan periode pertama dari perkembangan Ilmu Tafsir al-Quran.[6]

Abad ke-2 Hijriyah dikenal sebagai masa pembukuan (Ashr al-Tadwin) khususnya dalam pembukuan Hadis dengan beragam bab-nya. Pada masa ini juga terdapat pembukuan tafsir al-Quran (bi al-ma`thur) baik rujukannya dari Rasul, sahabat maupun tabi`in. Para pelopor tafsir yang dikenal pada masa ini adalah seperti Yazid bin Harun al-Salami (w.117 H), Syu`bah bin al-Hajjaj (w. 160 H), Waki` bin al-Jirah (w. 197 H), Sufyan bin Uyaynah (w. 197), Abd al-Razzaq bin Himam (w. 211 H). Mereka semua termasuk juga dalam jajaran ulama` hadis. Mereka menghimpun tafsir dengan menukil pendapat dari kalangan sahabat dan tabi`in.[7] Namun tidak ada satupun dari tulisan mereka yang bisa kita dapati saat ini.[8] Setelah masa ini, beberapa Ulama mulai menulis beberapa kitab tafsir, salah satu yang terkenal hingga saat ini adalah Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H).

Demikianlah proses tersebut berjalan. Awalnya al-Quran didapat dengan metode ‘naqliyyah’ dengan cara talaqqi dan periwayatan, berlanjut pada penulisan tafsir berdasarkan bab-bab kitab hadis, kemudian penafsiran tersebut berdiri dengan caranya sendiri. Bermula dari tafsir bi al-ma`thur disusul tafsir bi al-ra`y.

II. Abad III dan IV Hijriyah

Pada abad ini, beberapa cabang Ulumul Quran mulai bertambah. Beberapa diantaranya adalah sebagaimana berikut[9]:

1. Ilmu Asbab al-Nuzul disusun oleh Ali ibn al-Madini (w. 234 H)

2. Ilmu Nasikh & Mansukh dan Ilmu Qiraat disusun Abu Ubaid ibn Salam (w. 224 H).

3. Ilmu Makki dan Madani disusun oleh Muhammad ibn Ayyub al-Dhirris (w. 294 H).

4. Ilmu Gharib al-Quran disusun oleh Abu Bakar al-Sijistani (w. 330 H).

Selain itu terdapat beberapa ulama yang menyusun beberapa kitab seputar Ulumul Quran:

1. Muhammad ibn Khalaf al-Marzuban (w. 309 H) menyusun kitab al-Hawi fi Ulum al-Quran sebanyak 27 juz.

2. Abu Bakar Muhammad ibn Qasim al-Anbari (w. 328 H) menyusun kitab `Ajaibu Ulum al-Quran. Kitab ini berisi penjelasan mengenai tujuh huruf (bentuk), tentang penulisan mushaf, jumlah bilangan surat, ayat dan kata-kata dalam al-Quran.

3. Abu Hasan al-Asy`ari (w. 324 H) menyusun kitab al-Mukhtazan fi Ulum al-Quran.

4. Abu Muhammad al-Qassab Muhammad ibn Ali al-Karakhi (w 360 H) menyusun kitab Nakat al-Quran al-Daallah `ala al-Bayan fi Anwa`i al-Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah `an Ikhtilafi al-Anam.

5. Muhammad ibn `Ali al-Adwafi (w. 388 H) menyusun kitab al-Istighna` fi Ulum al-Quran sebanyak 20 jilid.

III. Abad V dan VI Hijriyah

Pada masa ini cabang Ulumul Quran semakin bertambah, terutama dengan munculnya Ilmu I`rab al-Quran dan Ilmu Mubhamat al-Quran. Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada masa ini adalah[10]:

1. Ali ibn Ibrahim bin Sa`id al-Hufi (w. 430 H). Selain mempelopori Ilmu I`rab al-Quran, dia juga menyusun kitab al-Burhan fi Ulum al-Quran yang terdiri dari 30 jilid. Kitab ini selain menafsirkan al-Quran seluruhnya juga menerangkan ilmu-ilmu al-Quran yang berhubungan dengan ayat-ayat al-Quran yang ditafsirkan. Karena itu dalam kitab ini, Ulumul Quran diuraikan secara terpencar, tidak terkumpul dalam urutan bab, atau bisa disebut tidak tersusun sistematis. Nemun demikian, kitab ini adalah karya besar seorang ulama` yang telah merintis penulisan kitab tentang Ulumul Quran yang agak lengkap.

2. Abu `Amr al-Dani (w. 444 H) menyusun kitab al-Taysir fi Qiraat al-Sab`i dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqat.

3. Abu al-Qasim ibn Abdirrahman al-Suhaili (w. 581 H) menyusun kitab tentang Mubhamat al-Quran (menjelaskan maksud kata-kata dalam al-Quran yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan).

4. Ibn al-Jauzi (w. 597 H) menyusun kitab Funun Afnan fi `Ajaib al-Quran dan al-Mujtaba fi Ulum Tata`allaq bi al-Quran.

IV. Abad VII dan VIII Hijriyah

Pada masa ini Ulumul Quran mempunyai cabang baru yaitu Ilmu Majaz al-Quran dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Berikut ini merupakan cabang-cabang Ulumul Quran yang muncul dan berkembang pada masa ini:

1. Ilmu Majaz al-Quran yang dipelopori oleh Ibn `Abd Salam yang terkenal dengan nama al-`Izz (w.660 H)

2. Ilmu Badai` al-Quran disusun oleh Ibn Abi al-Isba`. Kitab tersebut membahas tentang keindahan bahasa dan kandungan al-Quran.

3. Ilmu Aqsam al-Quran disusun oleh Ibn al-Qayyim (w. 752 H). ilmu tersebut membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Quran.

4. Ilmu Hujjaj al-Quran atau Ilmu Jadal al-Quran (ilmu yang membahas tentang bukti-bukti yang dipakai oleh al-Quran untuk menetapkan sesuatu) dipelopori oleh Najm al-Din al-Thufi (w 761 H).

5. Ilmu Amtsal al-Quran (ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalam al-Quran) dipelopori oleh Abu Hasan al-Mawardi.

6. Ilmu Qiraat disusun oleh `Alamudin al-Sakhawi (w. 643 H) dalam kitabnya Jamal al-Qurra` wa Kamal al-Iqra`.

Selain itu terdapat juga beberapa ulama yang menysun kitab-kitab seputar Ulumul Quran pada masa ini, yaitu:

1. Badruddin al-Zarkasyi (w. 794 H) menyusun kitab al-Burhan fi Ulum al-Quran.

2. Abu Syamah (w. 655 H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata`allaq bi al-Quran.

V. Abad IX dan X Hijriyah

Pada abad IX dan permulaan abad X, karangan yang ditulis para ulama tentang Ulumul Quran semakin banyak. Masa ini merupakan masa produktif dalam penulisan diskursus Ulumul Quran dan merupakan puncak kesempurnaan masa penulisan.[11]

1. Jalaluddin al-Bulqini menyusun kitab Mawaqi` al-`Ulum min al-Mawaqi` al-Nujum. al-Suyuthi memandang Al-Bulqini sebagai ulama yang mempelopori penyusunan kitab Ulumul Quran yang lengkap, sebab di dalamnya telah tersusun 50 macam ilmu-ilmu al-Quran.

2. Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiyaji (w. 879 H) menyusun kitab al-Taisir fi Qawa`id Tafsir.

3. Al-Suyuthi (w. 911 H) menyusun kitab al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir. Penyusunan kitab ini selesai pada tahun 872 H dan merupakan kitab tentang Ulumul Quran yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu Quran. Namun al-Suyuthi masih belum puas atas karya ilmiah tersebut sehingga kemudian dia menyusun kitab al-Itqan fi Ulum al-Quran yang membahas sejumlah 80 macam ilmu al-Quran.

Setelah al-Suyuthi wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilmu al-Quran seolah-olah telah mencapai pundaknya dan berhenti. Stagnasi ini terus berlanjut hingga akhir Abad XIII H.

VI. Abad XIV

Setelah memasuki abad XIV H ini, penulisan diskursus Ulumul Quran dengan berbagai cabang ilmunya mulai berkembang kembali. Di antaranya yaitu[12]:

1. Muhammad Abdul Adhim al-Zarqani menyusun kitab Manahil al-`Irfan fi `Ulum al-Quran.

2. Thanthawi al-Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Quran dan kitab al-Quran wa `Ulum al-`Ashriyyah.

3. Musthafa al-Maraghi menyusun risalah tentang “Boleh Menerjemahkan al-Quran”.

4. Sayyid Quthb mengarang kitab al-Tashwir al-Fann fi al-Quran dan Fi Dhilal al-Quran.

5. Muhammad Rasyid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Quran al-Hakim. Kitab ini menafsirkan al-Quran secara ilmiah dan juga membahas Ulumul Quran.

6. Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzratun fi al-Quran.

7. Dr. Subhi al-Shalih mengarang kitab Mabahits fi Ulum al-Quran.

Dari semua uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa kali pertama istilah Ulumul Quran digunakan dan dirintis oleh Ibn al-Marzuban (309 H) pada abad III. Dilanjutkan Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa`id al-Hufi (430 H) pada abad V. kemudian dikembangkan oleh Ibn al-Jauzi (597 H) pada abad VI dan diteruskan oleh al-Sakhawi (643 H) pada abad VII. Selanjutnya disemmpurnakan oleh al-Zarkasyi (794 H) pada abad VIII dan ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (824 H) dan al-Kafiyaji (879 H) hingga akhirnya disempurnakan lagi oleh al-Suyuthi pada akhir abad IX dan awal abad XIII H.


[1] Abdul Mu`id Ruba`i dkk., Ulum al-Tafsir li al-Qism al-Awwal, (Jakarta: Departemen Agama, 1996), h. 1

[2] Abd Moqsith Ghazali dkk., Metodologi Studi al-Quran, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 1-2

[3] Muhammad Hasbi ash-Shidddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 96-97

[4] Ibid, h. 98-102

[5] Manna` al-Qaththan, Mabahith fi Ulum al-Quran, (Riyadh: Mansyurat al-`Ashr al-Hadith, Tanpa Tahun), h. 10

[6] Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007), h. 106

[7] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 27

[8] Manna` al-Qaththan, Mabahith fi Ulum al-Quran …Ibid, h. 12

[9] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran… ibid, h. 28-29

[10] Ibid, h. 28-29

[11] Ibid, h. 30

[12] Ibid, h. 31

PERINGKAT PENURUNAN AL-QURAN

Al-Quran diturunkan sebanyak tiga peringkat :

  • Penurunan al-Quran dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz;
  • Kali kedua, dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-‘Izzah di langit dunia; dan
  • Kali ketiga, dari Bait al-’Izzah kepada Rasulullah s.a.w. (dalam masa 20 malam).

Al-Suyuti dalam kitabnya ‘al-Itqan if Ulum al-Quran’ berdasarkan tiga riwayat oleh Ibn ‘Abbas, Hakim Dan al-Nasa’i, hanya membahagikan kepada dua peringkat sahaja iaitu dari al-Lauh Mahfuz ke Bait al-‘Izzah Dan dari Bait al-‘Izzah kepada Rasulullah s.a.w. Melalui Jibril a.s.

1. Dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz.

Penurunan ini berlaku sekaligus dengan tujuan untuk membuktikan ketinggian dan kekuasaan Allah SWT. Para Malaikat menyaksikan bahawa segala perkara yang ditentukan oleh Allah SWT di Luh Mahfuz ini benar-benar berlaku. Pendapat ini disandarkan kepada ayat 21 Dan 22 surah al-Buruj yang berbunyi,

بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مجيد فِي لَوْحٍ مَحْفُوظ .

“(Sebenarnya apa yang engkau sampaikan kepada mereka bukanlah syair atau sihir), bahkan ialah Al-Quran yang tertinggi kemuliaannya; (Lagi yang terpelihara dengan sebaik-baiknya) pada Luh Mahfuz.” (al-Buruj:21-22)

2. Dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia.

Penurunan kali kedua secara sekaligus dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia dipercayai berlaku berpandukan kepada tiga (3) ayat al-Quran sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas;

Allah SWT berfirman,

شهر رمضا ن الذي أنزل فيه القرءان

“(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia Dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk Dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), maka hendaklah dia berpuasa bulan itu Dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah dia berbuka, kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak Hari yang ditinggalkan itu pada hari-Hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan) dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjuk-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah:185)

Firman Allah SWT,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam yang berkat; (Kami berbuat demikian) kerana sesungguhnya Kami sentiasa memberi peringatan dan amaran (jangan hamba-hamba Kami ditimpa azab).” (ad-Dukhan:3)

Firman Allah SWT,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar.” (al-Qadr:1)

Ibn ‘Abbas juga menyatakan mengikut apa yang diriwayatkan oleh Said b. Jubayr: “Al-Quran diturunkan sekaligus pada malam yang penuh berkat.” Ikrimah pula meriwayatkan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Al-Quran diasingkan daripada al-Dhikr ‘الذكر’ dan ditempatkan di Bait al-‘Izzah di langit dunia.

Ibn Marduwayh dan al-Baihaqi mencatatkan perbualan antara ‘Atiyyah bin al-Aswad dan ‘Abdullah bin ‘Abbas yang mana ‘Atiyyah agak keliru mengenai penurunan ayat-ayat ini, “Pada bulan Ramadhan al-Quran diturunkan”, dan “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar”, ia juga diturunkan pada bulan Syawwal, Dhu al-Qaedah, Dhu al-Hijjah, al-Muharram, Safar dan Rabi’ al-Awwal.” Kemudian Ibn ‘Abbas menjelaskan: “Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul-Qadar sekaligus kemudiannya untuk diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w. secara beransur-ansur selama beberapa bulan dan hari.”

3. Dari Bait al-’Izzah kepada Rasulullah s.a.w. (dalam masa 20 malam).

Penurunan di peringkat ini telah berlaku secara beransur-ansur. Al-Quran mula diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. sejak baginda dilantik menjadi Rasulullah s.a.w. dan selesai apabila baginda hampir wafat, iaitu dalam tempoh dua puluh tiga tahun. Tiga belas tahun di Makkah dan sepuluh tahun di Madinah al-Munawwarah.

Mengikut pendapat ini, Jibril a.s. diberi Malam Lailatul-Qadar setiap tahun, dari mula turun wahyu hingga ke akhirnya sepanjang tempoh kenabian, sebahagian daripada al-Quran disimpan di Bait al-‘Izzah yang mencukupi baginya untuk disampaikan kepada Rasulullah s.a.w. dalam masa 20 malam. Pandangan ini dipegang kuat oleh al-Mawardi.

وقرءانا فرقنه لتقرأه على الناس على مكث زنزلنه تنزيلا

Al-quran ini kami turunkan secara beransur-ansur supaya engkau bacaan kepada manusia secara perlahan-lahan dan kami turunkannya sedikit-sedikit. (surah al-isra’: 106)

\Kritikan terhadap peringkat penurunan Al-Quran

Mengenai pendapat pertama mengenai al-Quran diturunkan sekaligus dari Allah SWT ke al-Lauh Mahfuz tidak disokong oleh bukti yang jelas dan kukuh. Ayat dalam surah al-Buruj yang digunakan sebagai hujah tidak menunjukkan secara tersurat atau tersirat mengenai penurunan sekaligus. Para ulama hanya membuat tafsiran pada ayat ini. Maksud ayat ini menceritakan tentang al-Quran dipelihara daripada sebarang pencemaran. Ayat ini ditujukan kepada musuh-musuh Islam yang cuba menambah, mengurang atau mengubah ayat al-Quran tidak akan dapat berbuat demikian kerana ia akan tetap tulen dan selamat. Tafsiran ini disokong oleh para mufassir seperti Tabari, Baghawi, Razi dan Ibn Kathir.

Pendapat kedua tentang penurunan sekaligus ke Bait al-‘Izzah berpandukan kepada ayat 2, surah al-Baqarah dan ayat 1, surah al-Qadr tidak menyatakan secara jelas mengenai al-Quran diturunkan sekaligus pada malam yang penuh berkat tersebut. Kenyataan al-Quran ini merujuk kepada masa ia diturunkan dan tidak mengenai bagaimana atau cara ia diturunkan. Ulama tabiin yang terkenal ‘Amir al-Sha’abi mengatakan: “Sudah pasti penurunan al-Quran berlaku pada Malam Lailatul-Qadr pada bulan Ramadhan, dan terus turun dalam masa 23 tahun. Tidak ada Nuzul lain melainkan yang diturunkan kepada Rasulullah s.a.w.”

Jumhur bersetuju yang ayat 1-5 daripada surah al-‘Alaq diturunkan di akhir Ramadhan 13 tahun sebelum Hijrah. Ketiga-tiga ayat yang dijadikan hujah di atas, tidak dinafikan, merujuk kepada ayat 1-15 surah al-‘Alaq. Cuma para ulama mentafsirkan ayat 185 surah al-Baqarah sebagai ‘keseluruhan al-Quran’. Para ulama, fuqaha, ahli hadith dan ahli tafsir semuanya bersetuju perkataan al-Quran merujuk kepada sebuah al-Quran atau sebahagian daripadanya. Malah ia dinyatakan dalam surah al-A’raf, ayat 204, Allah SWT berfirman,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ

Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat.”

Mengenai riwayat Ibn ‘Abbas, ia merupakan pandangan beliau dan tidak ada dikaitkan dengan sebarang ucapan Rasulullah s.a.w. sebagai satu sumber menyokong pendapatnya. Suatu persoalan timbul mengapa perkara sepenting ini hanya disebut oleh Ibn ‘Abbas sedangkan di kalangan sahabat yang diiktiraf sebagai pakar al-Quran seperti ‘Abdullah Mas’ud, Ubayy bin Ka’ab, Zaid bin Thabit dan Mu’az bin Jabal tidak membicarakan perkara Nuzul al-Quran yang diturun sekaligus ke Bait al-‘Izzah.

Al-Zarqani berpendapat tidak wajar untuk mempersoalkan atau tidak mempercayai Ibn ‘Abbas kerana beliau dikenali sebagai orang yang tidak ada kaitan dengan cerita-cerita israiliyat serta pendiriannya sebagai ‘sahabat’, oleh itu beliau tergolong di bawah ‘Hukm al-Marfu’ iaitu perkara yang ada hubungan dengan Rasulullah s.a.w.

Sebahagian ulama berpendapat penurunan al-Quran hanya sekali sahaja iaitu daripada Allah SWT terus kepada Rasulullah melalui Jibril secara berperingkat dan bukannya tiga kali dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz, ke Bait al-‘Izzah dan kepada Rasulullah. Penulisan ini tidak akan terbabit dalam perbahasan ulama mengenai jumlah penurunan dan juga mengenai riwayat Ibn ‘Abbas bersandarkan kepada Rasulullah atau tidak. Penulis hanya menyampaikan adanya perbezaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah Nuzul.

HIKMAH AL-QURAN DITURUNKAN BERANSUR-ANSUR

Al-Quran diturunkan sedikit demi sedikit supaya mudah dihafal, difahami dan dilaksanakan. Ia sebagai satu rahmat dan kurniaan yang sangat berkesan kepada hamba-hambaNya.

Sekiranya al-Quran diturunkan sekaligus, sudah tentu ia akan menyusahi dan memberatkan, baik daripada segi hafalan, pemahaman dan pelaksanaannya dalam kehidupan. Al-Khudhari mengatakan tempoh al-Quran diturunkan ialah 22 tahun 22 bulan dan 22 hari, bermula daripada 17hb. Ramadhan tahun 41 kelahiran Rasulullah s.a.w. hinggalah 9hb. Zulhijjah, tahun ke 10 Hijrah. Dalam tempoh tersebut al-Quran dihafal oleh Rasulullah dan para sahabat serta dicatat oleh panitia penulis al-Quran kemudian dikumpulkan pada zaman Sayidina Abu Bakr r.a. dan disempurnakan pada masa Sayidina ‘Uthman r.a.

Antara hikmah utama Allah SWT merencanakan penurunan al-Quran kepada baginda Rasulullah SAW ini secara beransur-ansur adalah seperti berikut :

1. Untuk menetapkan jiwa Rasulullah s.a.w. dan menguatkan hatinya. Ini kerana dengan turunnya Jibril a.s. membawa wahyu secara berulang-ulang daripada Allah SWT kepada Rasul-Nya dapat menguatkan jiwa Rasulullah s.a.w. Baginda dapat merasakan pertolongan serta inayat Ilahi tersebut. Tanggungjawab sebagai Nabi adalah berat dan Rasulullah sebagai seorang manusia yang sudah tentu akan menghadapi pelbagai cabaran getir dalam menyampaikan risalah bukan sahaja menghadapi tekanan, sekatan, cercaan, maki hamun malah ancaman nyawa daripada kaumnya sendiri Quraisy dan juga dari kalangan Yahudi dan orang munafik. Tentulah beliau memerlukan belaian wahyu sebagai penenang kepada semua itu.

2. Untuk menentang hujah-hujah kaum musyrikin pada ketika itu dan untuk membuktikan kemukjizatan Rasulullah s.a.w.

3. Untuk mendidik masyarakat waktu itu secara beransur-ansur. Ini akan memudahkan mereka untuk memahami al-Quran dan menghafaznya serta dapat beramal dengannya berdasarkan peristiwa-peristiwa yang berlaku di kalangan mereka. Oleh itu mereka dapat mengikis akidah amalan dan adat yang bertentangan dengan Islam secara beransur-ansur. Oleh itu sedikit demi sedikit ianya dapat dihapuskan.

Dari Utsman, Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhum, menjelaskan bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam senantiasa membacakan sepuluh ayat kepada mereka. Mereka tidak pindah kepada sepuluh ayat yang lain sebelum mempelajari pengamalannya, “Sehingga kami mempelajari al Qur’an dan pengamalannya sekaligus” (Tafsir al Qurthubi I/39 dan Tafsir ath Thabari I/60)

Contoh yang paling jelas tentang hikmah diturunkannya al Qur’an secara bertahap adalah tahapan pembentukan tasyri tentang diharamkannya khamr.

Pertama turun firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: ”Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik” (QS: An Nahl: 67)

Kemudian turun firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang berikutnya, yang ertinya: “Mereka bertanya kepadamu soal khamr dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, namun dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (QS: Al Baqarah: 219)

Ayat ini membandingkan manfaat khamr yang temporer dengan mudharatnya. Disamping pelakunya mendapat dosa, khamr juga mengakibatkan rosaknya badan dan akal fikiran, menghabiskan harta benda serta mengakibatkan timbulnya perbuatan maksiat.

Setelah ayat tersebut menjelaskan bahwa mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya, kemudian turun firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala berikutnya, yang ertinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mendekati (melaksanakan) shalat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan” (QS: An Nahl: 43)

Dengan turunnya ayat ini, mereka mengetahui bahwa khamr diharamkan pada waktu solat. Setelah ayat di atas, baru diturunkan ayat yang secara tegas melarang khamr, yang ertinya: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS: Al Maidah: 90)

Berkaitan dengan hal tersebut Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, yang ertinya: “Sesungguhnya surat yang mula-mula turun adalah surat pendek yang di dalamnya disebutkan adanya surga dan neraka, sehingga jika manusia telah memeluk Islam, maka diturunkan ayat tentang halal dan haram. Seandainya ayat pertama kali turun adalah, ‘Janganlah kalian meneguk khamr’, pastilah mereka akan mengatakan, ‘Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya” (HR: al Bukhari). (mt)

4. Untuk menyesuaikan dengan peristiwa yang baharu berlaku iaitu apabila timbul sesuatu masalah di kalangan mereka, turunlah al-Quran menentukan hukum yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Contohnya, ayat mengenai persoalan roh dan seumpamanya.

5.Untuk menunjukkan bahawa sumber al-Quran itu Kalam Allah SWT semata-mata. Ia bukan ciptaan Nabi Muhammad s.a.w. atau makhluk lain.

Ulum Quran0 comments http://www.blogger.com/img/icon18_edit_allbkg.gif

Sunday, March 21, 2010

PERBINCANGAN AYAT YANG PERTAMA DAN TERAKHIR DITURUNKAN

PENDAHULUAN




Perbincangan ayat pertama dan terakhir diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw merupakan antara perkara yang penting di dalam kajian 'Ulum al-Quran. Mengetahui tentangnya membantu memahami al-Quran dengan tepat sehingga kita tidak tersalah berhukum dengan ayat yang telah dimansukhkan hukumnya dengan ayat yang turun kemudian.



Perbincangan mengenai ayat pertama dan terakhir yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi saw adalah suatu kajian yang terhenti sekadar riwayat daripada para sahabat Nabi saw dan para Tabi'ien r.'anhum. Tidak ada ruang akal untuk mengetahuinya, melainkan akal digunakan untuk melakukan tarjih dari dalil-dalil yang ada atau akal digunakan bagi membuat kesimpulan dari zahir nas-nas yang saling bertentangan. Para ulama umat Islam melakukan kajian dalam bab ini setelah melihat beberapa kepentingan antaranya untuk mengetahui penurunan al-Quran secara beransur-ansur, mengetahui sejarah pensyariatan Islam, serta untuk mengetahui Nasikh dan Mansukh.



Perbincangan tentang ayat awal dan akhir diturunkan ini terbahagi kepada beberapa bahagian. Termasuk dalam perbincangan ini adalah ayat awal dan akhir yang diturunkan secara al-Itlaq (الإطلاق), iaitu ayat terawal dan terakhir diturunkan dalam nisbah al-Quran keseluruhannya. Perbincangan juga berkisar tentang ayat terawal dan terakhir yang diturunkan secara muqayyad (مقيّد), ia berdasarkan sesuatu persoalan, seperti ayat terawal dan terakhir yang diturunkan tentang jihad, ayat terawal dan terakhir yang diturunkan berdasarkan sesuatu tempat, dan seumpamanya.



AYAT PERTAMA YANG DITURUNKAN SECARA ITLAQ.



Para ulama berbeza pendapat dalam bab ini kepada empat pendapat iaitu seperti berikut :



1. Ayat 1 hingga 5 Surah al-'Alaq:



اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ، خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ، عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ



Bacalah dengan nama tuhan-mu yang telah menciptakan, yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan tuhan-mu yang maha pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan pena. Yang mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya.



Dalil Pendapat Pertama:



Hadis daripada Aisyah r.a, beliau berkata:



كَانَ ‏أوَّلَ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ ‏ ‏صلى الله عليه وسلم الرُّؤْيَا الصَّادِقَةُ في النَّوْمِ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ ‏ ‏فَلَقِ ‏ ‏الصُّبْحِ، ثُمَّ حُبِّبَ إلَيْهِ الخَلاَءُ فَكَانَ يَلْحَقُ ‏‏بِغَارِ حِرَاءٍ ‏ ‏فَيَتَحَنَّثُ ‏‏فِيْهِ. ‏قَالَ: والتَّحَنُّثُ: التَّعَبُّدُ ‏ ‏اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ العَدَدِ، ‏‏قَبْلَ أنْ يَرْجِعَ ‏‏إلى أهْلِهِ، ويَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إلى ‏خديجةَ، ‏فَيَتَزَوَّدُ بِِمِثْلِهَا، حَتَّى فَجِئَهُ الحَقُّ وهو فى ‏‏غَارِ حِرَاءٍ ‏‏فَجَاءَهُ ‏‏المَلَكُ ‏‏فَقَالَ:‏ ‏اقْرَأ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ‏ ‏صلى الله عليه وسلم: (( مَا أنا بِقَارِئٍ )). قَالَ: (( فَأَخَذَنِي ‏‏فَغَطَّنِي ‏حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجُهْدَ، ثُمَّ ‏أرْسَلَنِي ‏فَقَالَ: اقْرَأ. قُلْتُ مَا أنا بِقَارِئٍ. فَأخَذَنِي ‏‏فَغَطَّنِي ‏الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجُهْدَ، ثَمَّ ‏أرْسَلَنِي‏ ‏فَقَالَ: اقْرَأ. قُلْتُ مَا أنا بِقَارِئٍ. فَأخَذَنِي ‏فَغَطَّنِي ‏الثَّالِثَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجُهْدَ، ثُمَّ أرْسَلَنِي ‏فَقَالَ ﴿ ‏اقْرَأ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴾ الآيات إلى قوله ﴿ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ‏﴾ )). ‏فَرَجَعَ بِهَا رسولُ اللهِ ‏‏صلى الله عليه وسلم ‏‏تَرْجُفُ بََوَادِرُهُ، حتَّى دَخَلَ على ‏خديجةَ ‏فَقَالَ: (( ‏زَمِّلُوْنِي ‏‏زَمِّلُوْنِي )) ‏فَزَمَّلُوْهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ ‏الرَّوْعُ.‏ قَالَ لِخديجةَ: (( أيْ ‏خديجةُ، مَا لِي لَقَدْ خَشِيْتُ على نَفْسِي؟)) فَأخْبَرَهَا الخَبَرَ. قَالَتْ ‏خديجةُ: ‏كَلاَّ أبْشِرْ، فَوَاللهِ ‏لاَ يُخْزِيْكَ ‏اللهُ أبَدًا، فَوَاللهِ إنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَصْدُقُ الحََدِيْثَ، وَتَحْمِلُ ‏‏الكَلَّ، ‏وَتَكْسِبُ ‏المَعْدُوْمَ، ‏وَتَقْرِي ‏الضَّيْفَ، وَتُعِيْنُ على ‏نَوَائِبِ ‏الحَقِّ. فَانْطَلَقَتْ بِهِ خديجةُ حَتَّى أتَتْ بِهِ ورقةَ بْنَ نوفلٍ، وهو ابْنُ عَمِّ خديجةَ أخِي أبِيْهَا، وكان امْرَأً تَنَصَّرَ في الجاهليَّةِ، وكان يَكْتُبُ الكتابَ العربِيّ، ويَكْتُبُ من الإنجيلِ بالعربيَّةِ ما شاءَ اللهُ أنْ يَكْتُبَ، وكان شَيْخُا كَبِيْرًا قَدْ عَمِيَ، فقالتْ خديجةُ يا ابنَ عَمِّ، اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أخِيْكَ قال ورقةُ: يا ابْنَ أخي، ماذا تَرَى؟ فأخْبَرَهُ النبي صلى الله عليه وسلم خَبَرَ مَا رَأى، فقال ورقةُ: هذا النَامُوسُ الذي أُنْزِلَ على موسى، لَيْتَنِي فيها جَذَعًا، لَيْتَنِي أكونُ حيًّا - ذَكَرَ حَرْفًا - قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((أو مُخْرِجِيَّ هم؟)) قال ورقةُ: نعم، لم يَأْتِ رَجُلٌ بِمَا جِئْتَ بِهِ إلاَّ أُوْذِيَ، وإنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ حَيًّا أنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا. ثم لم يَنْشَبْ ورقةُ أن تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الوحيُ فَتْرَةً حتى حَزِنَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم.



Wahyu pertama yang diterima Rasulullah adalah mimpi yang benar. Setiap kali beliau bermimpi, mimpi itu datang bagaikan terangnya Shubuh. Kemudian beliau sering menyendiri. Biasanya beliau menyepi di gua Hira'. Di sana, beliau beribadah bermalam-malam, sebelum kembali kepada keluarganya (isterinya). Untuk itu beliau membawa bekal. Setelah beberapa hari, beliau pulang ke Khadijah untuk mengambil bekal lagi untuk beberapa malam. Hal itu terus beliau lakukan, sampai tiba-tiba wahyu datang, ketika beliau sedang berada di gua Hira'. Malaikat (Jibril as.) datang dan berkata: Bacalah. Baginda menjawab: Aku tidak dapat membaca. Rasulullah saw. bersabda: Malaikat itu menarik dan memeluk-ku, hingga aku merasa kepayahan. Lalu dia melepaskan-ku seraya berkata: Bacalah. Aku menjawab: Aku tidak dapat membaca. Dia menarik dan memeluk-ku lagi, hingga aku merasa kepayahan. Kemudian dia melepaskan sambil berkata: Bacalah. Aku menjawab: Aku tidak dapat membaca. Dan untuk yang ketiga kalinya dia menarik dan memeluk-ku sehingga aku merasa kepayahan, lalu dia melepaskanku dan berkata: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak dia ketahui)." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pulang ke rumah Khadijah dalam keadaan gemetar, seraya berkata: Selimutilah aku, selimutilah aku! Keluarganya pun menyelimutinya, sehingga perasaan takutnya hilang. Kemudian beliau berkata kepada Khadijah: Hai Khadijah, apa yang telah terjadi denganku? Lalu beliau menceritakan seluruh peristiwa. Beliau berkata: Aku benar-benar bimbang terhadap diriku. Lalu Khadijah menenangkan baginda sambil berkata : "Jangan begitu, bergembiralah. Demi Allah, Allah tidak akan merendahkan-mu selamanya. Demi Allah, sungguh engkau telah menyambungkan tali persaudaraan, engkau selalu jujur dalam berkata, engkau telah memikul beban orang lain, engkau suka mengusahakan keperluan orang tak punya, menjamu tamu dan senantiasa membela kebenaran.



2. Ayat 1 hingga 5 Surah al-Muddaththir:



يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ ، قُمْ فَأَنْذِرْ ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ ، وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ ، وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ



Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan, dan kepada tuhan-mu angungkanlah, dan pakaian-mu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkalah.



Dalil Pendapat Kedua :



Hadis daripada Yahya ibn Abu Kathir:



سألتُ أبا سلمة بنَ عبدِ الرحمنِ، عَنْ أوَّلِ مَا نَزَلَ مِنَ القُرْآنِ، قال: ﴿ يَا أيُّهَا المُدَّثِّرُ ﴾. قُلْتُ: يقولون: ﴿ اقْرَأ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴾. فقال أبو سلمة: سألتُ جابرَ بنَ عبدِ اللهِ رضي الله عنهما عن ذلك وقلتُ، له مثلَ الذي قُلْتَ، فقال جابر: لاَ أُحَدِّثُكَ إلاَّ مَا حَدَّثَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قال: ((جَاوَرْتُ بِحِرَاءِ، فَلَمَّا قَضَيْتُ جِوَارِي هَبَطْتُ، فَنُوْدِيْتُ، فَنَظَرْتُ عَنْ يَمِيْنِي فَلَمْ أرَ شَيْئًا، ونَظَرْتُ عَنْ شِمَالِي فَلَمْ أرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ أمَامِي فَلَمْ أرَ شَيْئًا، ونَظَرْتُ خَلْفِي فَلَمْ أرَ شَيْئًا، فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ شَيْئًا، فَأتَيْتُ خديجةَ فَقُلْتُ: دَثِّرُوْنِي، وَصَبُّوا عَلَيَّ مَاءً بَارِدًا، قَالَ: فَنَزَلَتْ: ﴿ يَا أيُّهَا المُدَّثِّرُ. قُمْ فَأنْذِرْ. وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ ﴾)).



Aku menyoal Abu Salamah ibn Abd al-Rahman, tentang apa yang terawal diturunkan daripada al-Quran, beliau berkata﴿ يَا أيُّهَا المُدَّثِّرُ ﴾.. Aku berkata : mereka menyatakan ﴿ اقْرَأ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴾ . Maka berkata Abu Salamah : aku menyoal Jabir r.a tentang perkara ini dan aku menyatakan kepadanya sebagaimana engkau menyatakannya. Maka jawab Jabir : Aku tidak mengkhabarkan kepada engkau kecuali apa yang dikhabarkan kepada kami oleh Rasulullah s.a.w, baginda bersabda : Aku tinggal di Gua Hira’. Apabila selesai lalu aku turun, maka aku menyeru, lalu aku menoleh ke sebelah kanan tetapi tidak nampak apa-apa, dan aku menoleh sebelah kiri tetapi tidak nampak apa-apa, dan aku menoleh ke hadapan tetapi tidak nampak apa-apa, dan aku menoleh ke belakang tetapi tidak nampak apa-apa, lalu aku mengangkat kepalaku dan ternampak sesuatu, lalu aku balik kepada Khadijah dan berkata kepadanya : Selimutkan aku, dan sapu air yang sejuk ke atasku, baginda bersabda : maka turun ﴿ يَا أيُّهَا المُدَّثِّرُ. قُمْ فَأنْذِرْ. وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ ﴾



3. Surah al-Fatihah :



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ، إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ، اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ، صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ



Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Mengasihani. Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. Yang Maha Pemurah lagi Maha mengasihani. Yang Menguasai pemerintahan hari Pembalasan (hari Akhirat). Engkaulah sahaja (Ya Allah) yang kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Eangkau telah kurniakan nikmat kepada merekan bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.



Dalil Pendapat Ketiga :



Hadis Abu Maisarah ibn Syarhabil :



أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لخديجة : إني إذا خلوت وحدي سمعت نداء، فقد والله خشيت أن يكون هذا أمرًا، فقالت: معاذ الله ما كان الله ليفعل بك، فوالله لتؤدي الأمانة، وتصل الرحم، وتصدق الحديث، فلما دخل ابو بكر ذكرت خديجة حديثه له وقالت: اذهب مع محمد إلى ورقة، فانطلقا فقصا عليه فقال: إذا خلوت وحدي سمعت نداء خلفي يا محمد يا محمد فأنطلق هاربا في الأفق، فقال: لا تفعل إذا أتاك فاثبت حتى تسمع ما يقول ثم ائتني فأخبرني، فلما خلا ناداه يا محمد قل بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. ﴿ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴾ حتى بلغ ﴿ وَلا الضَّالِّينَ ﴾ الحديث



Bahawa Rasulullah s.a.w berkata kepada Khadijah r.a : sesungguhnya ketika aku berkhalwat seorang diri aku akan mendengar suatu seruan, demi Allah aku takut terhadap perintah ini. Maka beliau berkata : Allah melindungi terhadap apa yang dilakukanNya ke atas kamu, demi Allah kamu menunaikan amanah, menghubungkan silaturrahim, membenarkan sesuatu berita, maka tatkala Abu Bakar sampai Khadijah menceritakan perkara tersebut kepadanya dan berkata : Pergilah bersama Muhammad kepada Waraqah, lalu mereka pergi dan menceritakan kepada Waraqah. Maka beliau berkata : Ketika aku berkhalwat seorang diri, aku mendengar suatu seruan di belakangku, Wahai Muhammad! Wahai Muhammad! Pergi dengan segera ke tempat tersebut. Maka beliau berkata lagi : Jangan kamu lakukan apa-apa jika ia datang kepada kamu, dan tunggu di situ sehingga kamu mendengar apa yang dikatakannya, kemudian datang kepadaku dan ceritakannya. Lalu baginda kembali berkhalwat dan mendengar seruan. Wahai Muhammad, katakanlah ﴿ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴾ sehingga ﴿ وَلا الضَّالِّينَ ﴾



4. Basmalah :







Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Mengasihani



Dalil Pendapat Keempat :



Dikeluarkan oleh al-Wahidi daripada ‘Ikrimah dan al-Hasan, mereka berkata :



أول ما نزل من القرآن بسم الله الرحمن الرحيم، وأول سورة اقرأ باسم ربك

Apa yang terawal diturunkan dari al-Quran ialah ﴾ بسم الله الرحمن الرحيم ﴿, dan surah yang terawal ialah ﴾ اقرأ باسم ربك ﴿



Dikeluarkan oleh Ibn Jarir daripada Ibn Abbas r.a, beliau berkata:



أول ما نزل جبريل النبي صلى الله عليه وسلم قال: يا محمد استعذ ثم قل بسم الله الرحمن الرحيم



Apa yang terawal diturunkan oleh Jibril a.s kepada Nabi s.a.w, ia berkata Wahai Muhammad! Pohonlah perlindungan kemudian bacalah ﴾ بسم الله الرحمن الرحيم ﴿



Rumusan Pendapat Ayat Pertama Diturunkan



Pendapat pertama yang menyatakan ayat pertama yang diturunkan ialah dari surah al-'Alaq ayat satu hingga lima ini merupakan pendapat yang paling asah , dan inilah pendapat jumhur ulama dari kalangan Salaf dan Khalaf .



Manakala pendapat kedua yang menyatakan ayat dari surah al-Mudatthir pula, ia adalah yang terawal diturunkan setelah terhentinya wahyu beberapa ketika. Dan bukan ayat pertama yang diturunkan pada nisbah al-Quran keseluruhannya. Menurut Manna' al-Qattan : Hadith tersebut menunjukkan bahawa kisah ini berlaku selepas berlakunya peristiwa (di gua) Hira' . Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah berkata : Perkataan Nabi saw "Lalu aku mendongakkan kepala-ku (ke langit), (lalu aku melihat) Malaikat yang telah mendatangi-ku di gua Hira' (فرفعت رأسي فإذا الملك الذي جاءني بحراء )" menunjukkan peristiwa tersebut berlaku selepas daripada peristiwa di gua Hira' yang diturunkan ayat Iqra' .



Bagi pendapat ketiga yang menyatakan yang pertama diturunkan ialah surah al-Fatihah, hadith yang dijadikan dalil dalam pandangan ketiga ini adalah hadith Mursal yang tidak sahih . Al-Qadhi Abu Bakr pula di dalam al-Intisor mengatakan hadith ini Munqati' . Berkata al-Baihaqi : Ia adalah terpelihara dan dibawa khabar tentang penurunannya selepas turunnya Iqra’ dan al-Muddaththir.



Manakala bagi pendapat keempat pula yang menyatakan yang pertama diturunkan ialah Basmalah, hadith yang menjadi dalil merupakan hadis mursal. Menurut al-Sayuti pendapat tersebut tidak sempurna kerana merupakan suatu keperluan turunnya surah dengan turunnya basmalah bersamanya yang menjadikannya ayat pertama diturunkan secara itlaq.



AYAT TERAKHIR DITURUNKAN SECARA ITLAK



Terdapat khilaf dalam menentukan ayat terakhir yang diturunkan. Antara pendapat-pendapat tersebut dinyatakan seperti berikut :



1. Ayat 278 Surah al-Baqarah :



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ



Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah (jangan menuntut lagi) saki baki riba (yang masih ada pada orang yang berhutang) itu, jika benar kamu orang-orang yang beriman.



Dalil Pendapat Pertama :



Riwayat daripada Ibn Abbas r.a, beliau berkata :



هذه آخرُ آيةٍ نَزَلَتْ على النّبِيِّ



Ayat ini adalah ayat terakhir yang diturunkan kepada Nabi s.a.w.



Riwayat yang lain daripada Ibn Abbas r.a, beliau berkata :



آخِرُ آيةٍ نَزَلَتْ على النّبيِّ صلى الله عليه وسلم آيةُ الرِّبَا



Dari Ibn Abbas r.a, beliau berkata : Ayat terakhir yang diturunkan kepada Nabi s.a.w adalah ayat Riba.



Juga riwayat daripada Umar al-Khatab r.a, beliau berkata :



إنَّ آخِرَ مَا نَزَلَتْ آيَةُ الرِّبَا



Sesungguhnya ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat riba.



2. Ayat 281 Surah al-Baqarah :



وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ



Dan peliharalah diri kamu dari huru-hara hari (kiamat) yang padanya kamu akan dikembalikan kepada Allah. Kemudian akan disempurnakan balasan tiap-tiap seorang menurut apa yang telah diusahakannya, sedang mereka tidak dikurangkan balasannya sedikitpun.



Dalil Pendapat Kedua :



Juga berdasarkan dua hadis riwayat al-Bukhari daripada Ibn Abbas yang dinyatakan sebelum ini dalam pendapat pertama. Dikeluarkankan juga oleh al-Nasaii dari Ibn Abbas r.a, beliau berkata :



آخر شىء نزل من القرآن ﴿ واتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فيه ﴾ الآية



Ayat al-Quran yang terakhir diturunkan adalah ﴿ واتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فيه ﴾hingga akhir ayat.



Dikeluarkan oleh Ibn Mardawaih dan juga oleh Ibn Jarir daripada Ibn Abbas r.a dengan lafaz :



آخر آية نزلت

Ayat terakhir yang diturunkan



Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari Said bin Jubair r.a, beliau berkata :



آخر ما نزل من القرآن كله ﴿ واتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فيه الى الله ﴾ الآية، وعاش النبي صلى الله عليه وسلم بعد نزول هذه الآية تسع ليالٍ ثم مات ليلة الاثنين لليلتين خلتا من ربيع الأول.



Ayat terakhir yang diturunkan keseluruhannya adalah ﴿ واتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فيه الى الله ﴾ hingga akhir ayat, dan Nabi s.a.w hidup selepas turunnya ayat ini sebanyak sembilan malam, kemudian baginda wafat pada malam Isnin Rabi’ al-Awwal.



Dikeluarkan oleh Ibn Jarir sepertinya juga dari Abi Sa’id r.a, beliau berkata :



آخر آية نزلت ﴿ واتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فيه ﴾ الآية



Ayat terakhir yang diturunkan adalah﴿ واتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فيه الى الله ﴾ hingga akhir ayat.



3. Ayat 282 Surah al-Baqarah :



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلاَّ تَرْتَابُوا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ



Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempoh hingga ke suatu masa yang tertentu maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar) dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Oleh itu, hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu merencanakan (isi surat hutang itu dengan jelas). Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangkan seseuatupun darii hutang itu. Kemudian jika orang yang berhutang itu bodoh atau lemah atau ia sendiri tidak dapat hendak merencanakan (isi itu) maka hendaklah dirancanakan oleh walinya dengan adil; dan hendaklah kamu mengadakan dua orang saksi lelaki dari kalangan kamu. Kemudian kalau kalau tidak ada saksi dua orang lelaki, maka bolehlah seorang lelaki dan dua orang perempuan dari orang-orang yang kamu setujui menjadi saksi, supaya jika seorang yang lupa dari saksi-saksi perempuan yang berdua itu maka dapat diingatkan oleh yang seorang lagi. Dan jangan saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil menjadi saksi. Dan janganlah kamu jemu menulis perkara hutang yang bertempoh masanya itu, sama ada kecil atau besar jumlahnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih membetulkan (menguatkan) keterangan saksi, dan juga lebih hampir kepada tidak menimbulkan keraguan kamu. Kecuali perkara itu mengenai perniagaan tunai yang kau edarkan sesame sendiri, maka tiadalah salah jika kamu tidak menulisnya. Dan adakanlah saksi apabila kamu berjualbeli. Dan janganlah mana-mana jurutulis dan saksi itu disusahkan. Dan kalau kamu melakukan (apa yang dilarang itu), maka sesungguhnya yang demikian adalah perbuatan fasik (derhaka) yang ada pada kamu. Oleh itu hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah; dan (ingatlah), Allah (dengan keterangan ini) mengajar kamu; dan Allah sentiasa Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.



Dalil Pendapat Ketiga :



Dikeluarkan oleh Ibn Jarir daripada Said ibn al-Musayyab :



أنه بلغه أن أحدث القرآن عهدًا بالعرش آية الدين



Sesungguhnya telah sampai kepadanya bahawa ayat al-Quran terakhir yang berada di arasy adalah ayat al-dain (hutang)



Dan dikeluarkan oleh Abu ‘Ubaid dalam al-Fadhail, dari Ibn Syihab, beliau berkata :



آخر القرآن عهدًا بالعرش آية الربا وآية الدين



Ayat al-Quran terakhir yang berada di arasy adalah ayat riba dan ayat al-dain (hutang)



4. Ayat 176 Surah al-Nisa’ :



يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا

وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ



Mereka (orang-orang Islam umatmu) meminta fatwa kepadamu (wahai Muhammad mengenai masalah Kalaalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepada kamu di dalam perkara Kalaalah itu, iaitu jika seseorang mati yang tidak mempunyai anak dan ia mempunyai seorang saudara perempuan, maka bagi saudara perempuan itu satu perdua dari harta yang ditinggalkan oleh si mati; dan ia pula (saudara lelaki itu) mewarisi (semua harta) saudara perempuannya, jika saudara perempuannya tidak mempunyai anak. Kalau pula saudara perempuannya itu dua orang, maka keduanya mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh si mati. Dan sekiranya mereka (saudara-saudaranya itu) ramai, lelaki dan perempuan, maka bahagian seorang lelaki menyamai bahagian dua orang perempuan”. Allah menerangkan (hukum ini) kepada kamu supaya kamu tidak sesat. Dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.



Dalil Pendapat Keempat :



Riwayat daripada al-Bara’ ibn ‘Azib r.a :



آخر سورةٍ نزلت ﴿ بَرَاءَةَ ﴾ وآخر آيةٍ نزلت ﴿ يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ ﴾



Surah terakhir yang diturunkan adalah surah Baraah (al-Taubah) dan ayat terakhir yang diturunkan adalah ﴿ يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ ﴾



5. Ayat 128 hingga 129 Surah al-Taubah :



لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ ، فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ



Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri (iaitu Nabi Muhammad s.a.w) yang menjadi sangat berat kepadanya sebarang kesusahan yang ditanggung oleh kamu, yang sangat tamak (inginkan) kebaikan bagi kamu, (dan) ia pula menumpahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada orang-orang yang beriman.



Dalil Pendapat Kelima :



Diriwayatkan di dalam al-Mustadrak daripada Ubai ibn Kaab, beliau berkata :
﴿ لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ ﴾ إلى آخر وآخر آيةٍ نزلت
Ayat terakhir yang diturunkan adalah ﴿ لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ ﴾ hingga akhir surah.
Dan diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ahmad dalam Zawaid al-Musnad, dan juga oleh Ibn Mardawaih daripada Ubai ibn Kaab r.a, bahawa para sahabat mengumpul al-Quran pada zaman khalifah Abu Bakar r.a dan ditulis oleh beberapa orang lelaki. Maka apabila sampai kepada ayat dari surah Baraah ﴿ثم انصرفوا صرف الله قلوبهم بأنهم قوم لا يفقهون﴾ , mereka menyangka ini adalah ayat terakhir yang diturunkan dari al-Quran, maka Ubai ibn Kaab berkata kepada mereka :

إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أقرأني بعدها آيتين ﴿ لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ ﴾ إلى قوله ﴿وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ﴾ وقال : هذا آخر ما نزل من القرآن قال : فختم بما فتح به بالله الذى لا إله إلا هو، وهو قوله ﴿ وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا اله إلا أنا فاعبدون ﴾
Sesungguhnya Rasulullah s.a.w membacakan kepadaku dua ayat selepas ayat tersebut iaitu ayat ﴿ لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ ﴾ hingga ﴿ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ﴾ dan berkata : Ini adalah apa yang terakhir diturunkan dari al-Quran.
6. Surah al-Maidah. Dalil pendapat ini adalah riwayat daripada Abdullah ibn Amru r.a :

آخر سورة نزلت سورة المائدة
Surah terakhir yang diturunkan adalah surah al-Maidah.
7. Ayat 195 Surah Ali Imran :


فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ

Maka tuhan mereka perkenankan doa mereka (dengan firmanNya): “Sesungguhnya Aku tidak akan sia-siakan amal orang-orang yang beramal dari kalangan kamu, sama ada lelaki atau perempuan, (kerana) setengah kamu (adalah keturunan) dari setengahnya yang lain; maka orang-orang yang berhijrah (kerana menyelamatkan ugamanya), dan yang diusir ke luar dari tempat tinggalnya, dan juga yang disakiti (dengan berbagai-bagai gangguan) kerana menjalankan ugamaKu, dan yang berperang (untuk mempertahankan Islam), dan yang terbunuh (gugur syahid dalam peperangan Sabil) – sesungguhnya Aku akan hapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan sesungguhnya Aku akan masukkan mereka ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, sebagai pahala dari sisi Allah. Dan di sisi Allah jualah pahala yang sebaik-baiknya (bagi mereka yang beramal soleh).

Dalil Pendapat Ketujuh :

Dikeluarkan oleh Ibn Mardawaih dari Ummu Salamah r.a, beliau berkata :

آخر آية نزلت هذه الآية ﴿ فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ ﴾ إلى آخرها
Ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat ﴿ فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ ﴾ sehingga akhir ayat.
8. Ayat 93 Surah al-Nisa’
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Dan sesiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, kekal ia di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan baginya azab seksa yang besar.
Dalil Pendapat Kelapan :
Riwayat daripada Ibn Abbas r.a, beliau berkata :
نزلت هذه الآية ﴿ وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ ﴾ هي آخر ما نزل، وما نَسَخَها شيءً
Diturunkan ayat ini ﴿ وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ ﴾, ia merupakan yang terakhir diturunkan, dan ia tidak dinasakhkan.
9. Surah al-Nasr :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا ، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan (semasa engkau wahai Muhammad berjaya menguasai negeri Makkah). Dan engkau melihat manusia masuk dalam ugama
a Allah beramai-ramai. Maka ucapkanlah tasbih dengan memuji Tuhanmu dan mintalah ampun kepadaNya, sesungguhnya Dia amat menerima taubat.

Dalil Pendapat Kesepuluh :

Riwayat daripada Ibn Abbas r.a, beliau berkata :


آخر سورة أَنْزِلَتْ ﴿ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ﴾

Surah terakhir yang diturunkan ialah ﴿ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ﴾

Rumusan Pendapat Ayat Terakhir Diturunkan.
Sebahagian ulama berpendapat ayat terakhir yang diturunkan secara itlaq adalah ayat 281 Surah al-Baqarah, kerana ia diturunkan beberapa hari sebelum kewafatan Nabi s.a.w. Sebahagian ulama menyatakan ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat riba. Berkata Ibn Hajar dalam Syarah al-Bukhari : apabila dikumpulkan antara dua pendapat tentang ayat riba, maka ayat ﴿ واتَّقُوا يَوْمًا ﴾ merupakan penutup kepada ayat-ayat yang diturunkan berkenaan riba yang bersambung antara satu sama lain.

Ada juga pendapat yang menyatakan ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat riba dan ayat al-dain. Pendapat ini mengumpulkan riwayat daripada ketiga-tiga bahagian pendapat yang pertama yang dinyatakan sebelum ini., yang menjadikan ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat riba kemudian diikuti oleh ayat al-dain, kerana ia merupakan kisah yang satu, dan disusunkan dalam satu tertib di dalam mashaf. Berkata al-Sayuti: Aku berpendapat tidak bercanggah riwayat tersebut berkenaan ayat riba dan ayat dain, kerana zahirnya ia diturunkan dalam turutan yang satu mengikut tertibnya di dalam mashaf dan membawa kisah yang satu.
Bagi pendapat keempat berkenaan ayat kalalah, yang dimaksudkan terakhir pada ucapan al-Bara’ adalah suatu perkara yang berkaitan al-Mawarith (harta pusaka) . Manakala pendapat kelima berkenaan ayat 128 hingga 129 surah al-Taubah ﴿ لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ ﴾ , apa yang dimaksudkan disini adalah yang terakhir diturunkan dari surah Baraah .
Bagi pandangan tentang surah al-Maidah pula, ia merujuk kepada surah terakhir yang menyatakan tentang halal dan haram, dan tidak dinasakhkan hukumnya.
Bagi ayat 195 surah Ali Imran ﴿ فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ ﴾, ia merupakan ayat terakhir yang dinisbahkan kepada apa yang disebut di dalamnya al-Nisa’ (wanita). Al-Sayuti menyatakan, ini kerana beliau (Ummu Salamah r.a) berkata : Ya Rasulullah! Aku melihat Allah menyebut al-Rijal (lelaki) tidak al-Nisa’(perempuan) , maka turun ﴿ ولا تتمنوا ما فضل الله به بعضَكم على بعض ﴾ , dan turun ﴿إن المسلمين والمسلمات ﴾, dan kemudian turun ayat ini, maka ia adalah ayat terakhir dalam ketiga ayat atau apa yang terakhir diturunkan selepas apa yang diturunkan khas berkenaan lelaki.
Berkenaan ayat 93 surah al-Nisa’ ﴿ وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ ﴾ , hadis yang menjadi dalil terdapat ungkapan (( وما نَسَخَها شيءً )) yang menunjukkan apa yang terakhir dalam hukum pembunuhan ke atas orang mukmin. Menurut Ahmad dan al-Nasaii : Ia merupakan yang terakhir diturunkan tentang apa yang menasakhkan sesuatu. Manakala surah al-Nasr pula, ia merupakan surah terakhir yang diturunkan.
Terdapat juga beberapa pendapat yang ganjil tentang ayat yang terakhir diturunkan secara itlak, iaitu seperti berikut :
1. Apa yang dikeluarkan oleh Ibn Jarir dari Mu’awiyah ibn Abi Sufian r.a, yang membaca ayat ﴿ فمنْ كَانَ يَرْجُو لِقاءَ رَبِّه ﴾ sehingga akhir ayat, dan berkata : sesungguhnya ini adalah ayat yang terakhir diturunkan dari al-Quran. Berkata Ibn Kathir : Athar ini adalah musykil, mudah-mudahan apa yang dimaksudkan adalah tidak ada selepasnya, ayat yang menasakhkan hukum, dan ia berkaitan ayat muhkamat.
2. Dalam al-Burhan karangan Imam al-Haramain : Firman Allah Taala ﴿ قل لا أجد فيما أوحى إلي محرّما ﴾ sehingga akhir ayat adalah apa yang terakhir diturunkan. Menurut al-Hisar, ittifaq ulama bahawa itu adalah surah Makiyyah, dan tidak menunjukkan ia ayat terakhir diturunkan, bahkan ia berkenaan kaum musyrikin di Mekah.
3. Firman Allah Taala ﴿ اليوم اكملت لكم دينكم ﴾, ayat ini diturunkan di Arafah pada tahun Haji Wida’. Zahirnya menunjukkan telah sempurna hukum-hakam sebelumnya. Tetapi ini bertentangan dengan riwayat tentang ayat riba, al-dain dan kalalah, yang turun selepasnya. Dalam masalah ini, berkata Ibn Jarir : yang dimaksudkan sempurna untuk kamu agama kamu ialah dengan ikrar mereka ke atas tanah haram dan pengusiran kaum musyrik daripadanya, dan kaum muslimin dapat menunaikan haji tanpa gangguan kaum musyrik.
Ayat Pertama Dan Terakhir Yang Diturunkan Secara Muqayyad
1- Ayat pertama yang diturunkan tentang Khamar (Arak) ialah dari surah al-Baqarah ayat 219 :
يسألونك عن الخمر والميسر قل فيهما إثم كبير ومنافع للناس وإثمهما أكبر من نفعهما
Mereka bertanya kepada-mu tentang khamar dan judi, katakan pada keduanya ada dosa yang besar dan kemanfaatan kepada manusia, dan dosa pada keduanya lebih besar dari kemanfaatannya.
Kemudian turun pula ayat dari surah al-Nisa' ayat ke 43, diikuti ayat terakhir yang diturunkan tentang khamar seterusnya mengharamkannya ialah
يأيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala dan bertenung nasib adalah najis dari perbuatan syaitan, maka hendaklah kamu menjauhinya, mudah-mudahan kamu semua berjaya.
2- Ayat pertama yang diturunkan tentang jihad ialah
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ ، الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ، الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
Diizinkan berperang bagi orang-orang (Islam) yang diperangi (oleh golongan penceroboh), kerana sesungguhnya mereka telah dianiaya dan sesungguhnya Allah Amat Berkuasa untuk menolong mereka (mencapai kemenangan). Iaitu mereka yang diusir dari kampung halaman mereka dengan tidak berdasarkan sebarang alasan yang benar, (mereka diusir) semata-mata kerana mereka berkata: Tuhan kami ialah Allah dan kalaulah Allah tidak mendorong setengah manusia menentang pencerobohan setengahnya yang lain, nescaya runtuhlah tempat-tempat pertapaan serta gereja-gereja (kaum Nasrani) dan tempat-tempat sembahyang (kaum Yahudi), dan juga masjid-masjid (orang Islam) yang sentiasa disebut nama Allah dengan banyak di dalamnya dan sesungguhnya Allah akan menolong sesiapa yang menolong agamaNya (agama Islam); sesungguhnya Allah Maha Kuat, lagi Maha Kuasa. Iaitu mereka (umat Islam) yang jika Kami berikan mereka kekuasaan memerintah di bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang serta memberi zakat, dan mereka menyuruh berbuat kebaikan serta melarang dari melakukan kejahatan dan perkara yang mungkar dan (ingatlah) bagi Allah jualah kesudahan segala urusan.
Pendapat ini diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak daripada Ibn 'Abbas r.a. Dalam hal ini terdapat perbezaan pendapat di kalangan ulama. Ibn Jarir pula meriwayatkan daripada Abi al-'Aliyah (أبي العالية) yang menyebut ayat pertama yang diturunkan tentang jihad ialah dari surah Al-Baqarah ayat 190, ada pula yang berpendapat dari surah al-Taubah / al-Baraah ayat 111, sepertimana yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Iklil (الإكليل)
Al-Syeikh Dr. Muhammad Bin Muhammad Abu Syahbah cenderong kepada pendapat pertama yang mengatakan ayat pertama diturunkan tentang jihad ialah dari surah Al-Hajj ayat 39 hingga 41. Ini kerana di dalam ayat tersebut dijelaskan kebaikan-kebaikan jihad dan hikmah pensyariatannya di dalam Islam. Demikian juga di dalam ayat tersebut dijelaskan tujuan disyariatkan jihad untuk menangkis kezaliman orang-orang Musyrikin, dan menjamin keselamatan akidah, keselamatan penganut-penganut Islam, menjamin keamanan dalam berdakwah kepada agama Allah sehingga kebenaran mengungguli atas kebatilan, kebaikan atas kejahatan, dan keimanan atas kekufuran.
Di samping itu pendapat kedua yang mengatakan ayat pertama yang diturunkan tentang jihad ialah dari surah al-Baqarah ayat 190 tidak tepat kerana ayat tersebut diturunkan para tahun berlakunya 'Umrah al-Qadha' (عمرة القضاء) yang berlaku pada tahun ke tujuh hijrah, iaitu setahun selepas berlakunya perjanjian al-Hudaibiyah sedangkan pensyariatan jihat mula diturunkan pada tahun kedua hijrah .
Manakala pendapat ketiga yang mengatakan ayat pertama yang diturunkan tentang jihad ialah dari surah al-Taubah ayat 111 tertolak kerana mustahil ia menjadi ayat pertama yang diturunkan memandangkan surah al-Taubah merupakan antara surah yang paling akhir diturunkan sepertimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari .
Manakala ayat terakhir yang diturunkan tentang jihad ialah :
وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة واعلموا أن الله مع المتقين
Dan perangilah kaum musyrikin itu kesemuanya, sepertimana mereka memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahawasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.
3- Ayat pertama yang diturunkan tentang makanan (الأطعمة) pula diturunkan di Makkah dari surah al-An'am (الأنعام), iaitu
قل لا أجد فيما أوحي إلي محرما على طاعم يطعمه إلا أن يكون ميتة أو دما مسفوحا أو لحم خنزير فإنه رجس أو فسقا أهل لغير الله به

Katakanlah (Muhammad) aku tidak mendapati dalam apa-apa yang diwahyukan kepada-ku sesuatu yang haram ke atas seseorang untuk memakannya melainkan bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi kerana sesungguhnya ianya adalah kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
Kemudian diturunkan pula ayat dari surah al-Nahl (النحل) ayat 114 hingga 115, kemudian al-Baqarah ayat 173, kemudian al-Maidah ayat 3.
FAEDAH MENGETAHUI TOPIK INI

Di antara faedah yang diperolehi daripada perbasan mengenai apa yang lebih awal diturunkan dari al-Quran dan apa akhir adalah seperti berikut :

1. Mengenali Uslub Penurunan al-Quran.
Al-Quran diturunkan secara beransur-ansur (التدرّج) sehingga kita dapat merasakan hikmah Allah swt dalam menciptakan syariat Islam yang tinggi. Sebagai contoh dalam hukum pengharaman Khamar yang diharamkan secara beransur-ansur bertujuan memberi didikan kepada manusia. Demikian juga Allah swt menurunkan ayat-ayat yang membicarakan tentang aqidah lebih awal berbanding ayat-ayat yang membicarakan secara terperinci tentang hokum-hakam amalan. Dengan mengetahui ayat pertama dan yang terakhir diturunkan, kita dapat melihat proses didikan yang ditunjukkan oleh Allah swt di dalam al-Quran dimana perkara-perkara usul agama yang terdiri daripada aqidah, keimanan dan balasan dosa dan pahala diutamakan dan diteguhkan terlebih dahulu berbanding hukum-hakam amalan. Dalam perkara ini, Umm al-Mukminin 'A-isyah r.a berkata :
إنما نَزَلَ أولَّ ما نَزَلَ منهُ سورةٌ من المفصّل فيها ذكر الجنة والنار حتى إذا ثَابَ الناسُ إلى الإسلام نَزَلَ الحلالُ والحرام ولو نَزَلَ أوَّلَ شَيْءٍ لا تشربوا الخمر لقالوا لا نَدَعُ الخمرأبدا ولو نَزَلَ لا تَزْنُوا لقالوا لا ندع الزنا أبدا
Sesungguhnya pada peringkat awal diturunkan al-Quran ialah terdiri daripada surah-surah al-Mufassal, di dalamnya membicarakan tentang syurga dan neraka, sehinggalah manusia bergantung kuat kepada Islam, (setelah itu) Allah menurunkan (hukum-hakam) halal dan haram. Seandainya yang awal diturunkan daripada al-Quran itu menyebut kamu semua jangan meminum khamar, pastilah manusia akan berkata, kami tidak akan meninggalkan khamar selama-lamanya, dan seandainya yang awal diturunkan itu mengatakan kamu semua jangan berzina, pasti manusia akan berkata kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya.

2. Mengetahui sejarah pensyariatan hukum Islam.
Dengan mengkaji ayat pertama dan terakhir diturunkan, para ulama dapat mengetahui hukum yang diturunkan terlebih dahulu dan hukum yang dikemudiankan pensyariatannya. Sebagai contoh, dengan kajian ini para ulama mengetahui solat mula difardhukan di Makkah sebelum Hijrah, manakala ayat yang turun tentang kefardhuan Zakat dan Puasa diturunkan pada tahun kedua selepas berlakunya peristiwa Hijrah. Demikian pula ayat yang turun tentang kefardhuan Haji turun pada tahun keenam Hijrah berdasarkan pendapat yang lebih rajih . Dari ini kita dapat mengetahui bahawa pensyariatan Islam bermula dengan kefardhuan solat, setelah itu Zakat dan Puasa diikuti dengan kefardhuan Haji.

3. Membezakan ayat yang Nasikh dan yang Mansukh.
Keadaan ini berlaku apabila terdapat dua ayat atau lebih yang membicarakan tajuk yang sama, dimana setiap ayat menerangkan hukum yang berbeza dengan ayat yang lain. Maka dengan mengetahui ayat yang lebih awal diturunkan dan yang akhir diturunkan, dapat diketahui bahawa hukum yang diturunkan kemudian menasakhkan hukum yang diturunkan terlebih dahulu.

KESIMPULAN
Melalui perbincangan yang dinyatakan sebelum ini berkenaan apa yang terawal diturunkan dari al-Quran dan apa yang terakhir, maka dapat dirumuskan beberapa perkara iaitu :

1. Ayat terawal yang diturunkan secara itlaq ialah ayat 1 hingga 5 surah al-Alaq.
2. Ayat terakhir yang diturunkan secara itlaq ialah ayat 281 surah al-Baqarah. Ada yang menyatakan ayat riba, dan ayat 281 tadi penutup kepada ayat riba. Dan ada juga yang menyatakan ayat al-dain, dengan menghimpunkan ketiga-tiga pendapat.

3. Surah pertama yang diturunkan secara sempurna (kesemua ayat) ialah surah al-Fatihah.
4. surah terakhir diturunkan secara sempurna ialah surah al-Nasr.

Mengetahui tentang yang awal dan akhir diturunkan dari al-Quran memberikan banyak manfaat seperti dapat mengetahui uslub atau gaya al-Quran, sejarah hukum-hakam, serta mengetahui nasikh dan mansukh. Melalui faedah yang diperolehi ini, kita dapat membaca dan mengetahui isi kandungan, serta memahami dengan lebih mendalam apa yang hendak disampaikan di dalam al-Quran. Ia juga dapat meningkatkan perasaan takjub terhadap mukjizat sepanjang zaman ini. Justeru ia membawa kepada peningkatan iman dan taqwa, serta lebih memahami hukum-hakam dalam syariat Islam.

Ulum Quran0 comments http://www.blogger.com/img/icon18_edit_allbkg.gif

Friday, March 19, 2010

CIRI-CIRI PENGENALAN AYAT MAKKI DAN MADANI

Sebenarnya kita tidak dapat mengenali ayat-ayat Makki dan Madani atau tidak ada cara lain untuk mengetahui Makki dan Madani. Kecualilah dengan penjelasan yang dibuat oleh para Sahabat dan Tabi’in. Hal tersebut kerana Naabi tidak pernah menjelaskan dan tidak menyatakan mengenai persoalan itu semasa hayat Baginda.


Antara faktor yang ketara isalah kerana umat Islam pada masa hayat Nabi tidak perlu kepada penjelasan dan pembahagian Makki, Madani, tempat, masa dan sebab wahyu diturunkan oleh Allah. Di mana para sahabat menyaksikan sendiri wahyu diturunkan kepada Baginda.

Biarpun ilimu yang berkaitan dengan Makki dan Madani diketahui menerusi penjelasan para sahabat dan tabi’in, namun begitu pada umumnya, ulama’ telah menetapkan terdapat ciri-ciri tertentu untuk mengetahui atau mengenali ayat Makki dan ayat Madani. Ciri tersebut dapat dibahagikan dua, iaitu :

1. Ciri-Ciri Khusus Ayat Makki

2. Ciri-Ciri Khusus ayat Madani

CIRI-CIRI KHUSUS AYAT MAKKI

1. Bersifat Qati’

Dapat dibahagikan kepada 6 bentuk :

1. Setiap surah yang terdapat dalam ayat Sajdah merupakan surah Makki. Ulama’ sepakat menetapkan sebanyak 16 tempat ayat Sajdah di dalam Quran.

2. Setiap surah dalam al-Quran yang menceritakan tentang kisah atau sejarah para nabi dan rasul terdahulu serta kisah umat terdahulu adalah Makki, kecuali Surah al-Baqarah sahaja.

3. Setiap surah yang terdapat di dalamnya lafaz Kalla adalah Makki. Di dalam al-Quran, lafaz itu disebut sebanyak 33 kali di dalam 15 surah, di mana surah-surah itu terletak di dalam bahagian separuh terakhir daripada al-Quran.

4.Setiap surah yang terdapat dalamnya kisah Nabi Adam dan Iblis adalah Makki, kecuali Surah al-Baqarah.

5. Setiap surah yang terdapat di dalamnya ayat yang menyatakan dan menggunakan ungkapan atau lafaz wahai sekalian manusia ياأيها الناس

Kecuali ayat 77 di dalam Surah al-Hajj adalah ayat Makki dan ayat tersebut juga termasuk dalam ayat Sajdah.

6. Setiap surah yang dimulakan dengan huruf-hurufsingkatan atau huruf al-Tahajji adalah Makki. Contohnya: Alif Lam Mim dan Alif Lam Ra

Kecuali di dalam surah al-Baqarah dan Ali-Imran, yang mana kedua-dua surah ini telah disepakati oleh ulama’ sebagai Surah Madani. Namun pon begitu, berkaitan Surah al-Ra’d ulama’ masih berselisih pendapat samaada ia Makki atau Madani.

2. Bersifat Aghlabi

Ciri berasaskan bahasa dan tema seperti berikut:

1.Ayat yang menerangkan tentang aqidah yang benar, mengajak kepada tauhid, beribadat dan menggesa supaya menjauhkan diri daripada syirik terhadap Allah S.W.T. adalah Makki.

2.Menggesa manusia meneliti bukti kejadian, ayat Kauniyah, kekuasaan Allah, pengukuhan aqidah, menyeru kepada beriman kepada Allah S.W.T . Hari Akhirat juga menceritakan keadaan syurga dan neraka adalah Makki.

3. Membicarakan dan mencela perbuatan buruk masyarakat Arab Jahiliyah seperti : suka bunuh-membunuh, menanam atau membunuh anak perempuan hidup-hidup adalah Makki.

4. Ayat dan sukukata yang berbentuk pendek, ringkas dan padat serta nadanya berbentuk keras adalah Makki.

5.Ayat dan surah yang tedapat dalam banyak lafaz sumpah adalah Makki.

6. Perletakkan dasar umum dalam perundangan.

7. Menyebut kisah para Nabi dan umat terdahulu sebagai pengajaran dan menyatakan nasib orang yang mendustakan agama. Antara lain ia sebagai hiburan untuk Nabi dan menghadapi rintangan.

8. Setiap atau kebanyakkan Surah al-Muffasal adalah Surah Makki. Surah al-Mufassal ialah surah-surah yang ada dibahagian akhir al-Quran, iaitu yang bermula daripada Surah al-Hujurat hingga akhir.

CIRI-CIRI KHUSUS AYAT MADANI

1. Bersifat Qati’

Antaranya ialah :

1. Ayat yang menerangkan keizinan berperang, berjihad serta peraturan perang dan berkaitan dengan hukum jihad adalah Madani.

2. Menceritakan tentang dialog dengan Ahli Kitab juga mengajak mereka memeluk dan menerima Islam adalah Madani.

3. Surah dan ayat yang menghentam dan menyatakan tentang orang munafik adalah Madani, kecuali surah al-Ankabut.

2. Bersifat Aghlabi

Ciri berasaskan bahasa dan tema seperti berikut:

1. Ayat panjang-panjang dan member penjelasan serta keterangan yang terperinci adalah Madani, kecuali surah an-Nasr, al-Zalzalah, dan al-Baiyyinah.

2. Ayat dan surah yang menerangkan dengan terperinci bukti-bukti yang menunjukkan hakikat tentang keagamaan adalah Madani.

3. Menjelaskan tentang ibadat,muamalat, kekeluargaan, social, jihad dan hubungan antarabangsa.

4. Ayat yang dimulakan dengan ياأيها الذين امنوا Wahai orang yang beriman , kecuali surah al-Hajj.

FAEDAH MEMPELAJARI MAKKI DAN MADANI

Mempelajari dan mengetahui ilmu mengenai Makki dan Madani dapat memberi faedah yang besar, antaranya :

1. Dapat mengetahui dan membezakan antara ayat nasikh dan mansukh.

2. Dapat mengetahui sejarah perundangan Islam serta perkembangan al-Quran itu sendiri.

3. Dapat menambah keyakinan serta mengukuh pegangan kita tentang keaslian aal-Quran dan kesuciannya.

4.Untuk mengetahui dan menghargai bertapa gigih dan tekunnya ulama’ dan mujtahid untuk mengekalkan kesucian dan keaslian al-Quran daripada ditokok tambah.

5. Sebagai salah satu syarat utama kepada ahli tafsir dan mujtahid untuk mentafsir al-Quran dan mengithbatkan hukum daripadanya.

Ulum Quran0 comments http://www.blogger.com/img/icon18_edit_allbkg.gif

PENGERTIAN MAKKI DAN MADANI

Secara umumnya, Makki dan Madani ialah ilmu yang membicarakan tentang ayat-ayat serta surah-surah yang diturunkan di Mekkah dan di Madinah serta sekitarnya. Secara lebih khusus, ulama’ berbeza pendapat dalam membuat penentuan dan pengertian antara ayat-ayat Makki dengan Madini. Oleh itu ulama’ telah membahagikannya kepada tiga bahagian :


1. Pembahagian dari sudut masa.

2. Pembahagian dari sudut tempat.

3. Pembahagian dari sudut tumpuan penurunan.

PEMBAHAGIAN DARI SUDUT MASAØ

Ulama’ golongan ini mengatakan surah dan ayat yang diturunkan sebelum Hijrah dinamakan ayat Makki, manakala surah serta ayat yang diturunkan selepas Hijrah pula dinamakan ayat Madani.

Mengikut pendapat di atas, penumpuan kepada masa meliputi ayat yang diturunkan di Mekah dan Madinah, asalkan berlaku sebelum Hijrah tetap dinamakan ayat-ayat Makki. Manakala ayat yang diturunkan selepas Hijrah, tanpa mengira tempat, baik di Mekah, Madinah atau di mana sahaja dikira ayat Madani.

Pendapat golongan ini merupakan pendapat yang mashur dan juga pendapat yang diiktiraf oleh jumhur ulama’, kerana ia dikira meneluruh dan tepat dengan merangkumi ayat-ayat al-Quran yang diturunkan kepada Nabi. Antara lain juga, pembahagian itu dibuat secara umum dengan tidak ada sebarang pencanggahan. Untuk itu, pendapat golongan pertama ini membuat pembahagian Makki dan Madani berasaskan kepada masa atau tempoh penurunan sesuatu ayat. Pendapat tersebut telah disokong oleh Imam al-Bukhari di dalam kitabnya yang bernama : Tarikh al-Tasyri’ dengan menyatakan : Penurunan al-Quran dibahagikan kepada dua masa, iaitu :

a. Masa sebelum Hijrah selama 12 tahun, 5 bulan dan 13 hari. Bermula 17hb. Ramadhan, 41 tahun usia Nabi hingga awal Rabiul Awal 54tahun usia Nabi. Semua ayat yang diturunkan di dalam jarak masa tersebut adalah Makki, yang meliputi hamper 19 Juz daripada al-Quran.

b. Masa selepas hijrah, selama 9 tahun,9 bulan dan 9 hari. Bermula awal bulan Rabiul Awal 54 tahun usia Nabi hingga 9 Zulhijjah 63 tahun usia Nabi. Semua ayat yang diturunkan dalam jarak masa tersebut dinamakan Madani, yang meliputi 11 juz daripada al-Quran.

Bertolak dari situ, mengikut pendapat ulama’ golongan pertama ini, ayat 3 di dalam Surah al-Ma’idah dikira Madani, walaupun ia turun di Padang ‘Arafah pada tahun Hijjatul Wada’. Selepas Hijrah, iaitu terjemahan firman Allah S.W.T :

Yang bermaksud : Diharamkan kepada kamu (memakan) bangkai (binatang Yang tidak disembelih), dan darah (yang keluar mengalir), dan daging babi (termasuk semuanya), dan binatang-binatang Yang disembelih kerana Yang lain dari Allah, dan Yang mati tercekik, dan Yang mati dipukul, dan Yang mati jatuh dari tempat Yang tinggi, dan Yang mati ditanduk, dan Yang mati dimakan binatang buas, kecuali Yang sempat kamu sembelih (sebelum habis nyawanya), dan Yang disembelih atas nama berhala; dan (diharamkan juga) kamu merenung nasib Dengan undi batang-batang anak panah. Yang demikian itu adalah perbuatan fasik. pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa (daripada memesongkan kamu) dari ugama kamu (setelah mereka melihat perkembangan Islam dan umatnya). sebab itu janganlah kamu takut dan gentar kepada mereka, sebaliknya hendaklah kamu takut dan gentar kepadaKu. pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu ugama kamu, dan Aku telah cukupkan nikmatKu kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu menjadi ugama untuk kamu. maka sesiapa Yang terpaksa kerana kelaparan (memakan benda-benda Yang diharamkan) sedang ia tidak cenderung hendak melakukan dosa (maka bolehlah ia memakannya), kerana Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.

Surah al-Madidah ayat 3D

onteks lain juga, semua ayat yang

PEMBAHAGIAN DARI SUDUT TEMPATØ

Pendapat ulama’ golongan kedua mengatakan surah dan ayat yang diturunkan di Mekah dikatakan ayat Makki dan ayat yang diturunkan di Madinah, adalah ayat Madani.

Pendapat golongan kedua ini adalah dinilai dari sudut tempat turunnya ayat. Semua ayat dan surah yang diturunkan di Mekah dan daerah sekitarnya seperti : Arafah, Hudaibiyah, dan Mina dinamakan ayat Makki, walaupun ia diturunkan selepas Hijrah. Manakala semua ayat serta surah yang diturunkan di Madinah dan daerah sekitarnya seperti : Bandar, Quba, dan Uhud adalah ayat Madani, biarpun ia diturunkan selepas Hijrah.

Pendapat golongan kedua ini dikira tidak tepat, kerana ia tidak Jami’ Mani’, iaitu tidak meliputi dan tidak menyeluruh, kerana ada juga ayat yang tidak diturunkan di Madinah, contohnya : Ada ayat yang diturunkan sewaktu Nabi bermusaffir, ketika Nabi berada di Tabuk dan sebagainya. Dalam konteks lain juga, pendapat kedua ini adalah berdasarkan tempat dan mengambil kira tempat ayat itu diturunkan.

Oleh sebab itu pendapat kedua ini disangkal, kerana tidak merangkumi semua ayat al-Quran yang diturunkan kepada Nabi, iaitu seperti ayat yang tidak diturunkan di Mekah dan tidak di Madinah serta tidak di kawasan sekitar keduanya. Contohnya ialah :

1. Firman Allah di dalam Surah al-Taubah :



Terjemahannya : Kalau apa Yang Engkau serukan kepada mereka (Wahai Muhammad) sesuatu Yang berfaedah Yang sudah didapati, dan satu perjalanan Yang sederhana (tidak begitu jauh), nescaya mereka (yang munafik itu) akan mengikutmu; tetapi tempat Yang hendak dituju itu jauh bagi mereka. dan mereka akan bersumpah Dengan nama Allah Dengan berkata: "Kalau Kami sanggup, tentulah Kami akan pergi bersama kamu". (dengan sumpah dusta itu) mereka membinasakan diri mereka sendiri, sedang Allah mengetahui Bahawa Sesungguhnya mereka itu orang-orang Yang berdusta (tentang tidak sanggupnya mengikutmu).

Surah al-Taubah ayat 42

Dimana ayat tersebut diturunkan di Tabuk.

Justeru itu berdasarkan bukti tersebut menunjukkan pendapat kedua tersebut adalah tidak tepat, dimana berdasarkan pengertian dan pembahagian yang mereka berikan itu menyebabkan ada ayat-ayat yang tidak termasuk di dalam mana-mana bahagian.

TUMPUAN PEMBAHAGIAN DARI SUDUT PENURUNANØ

Pendapat ulama’ golongan ketiga pula mengatakan ayat serta surah yang diturunkan dengan tujuan atau tumpuan atau Khitab kepada penduduk Mekah dikatakan ayat Makki, manakala ayat dan surah yang ditunjukkan atau Khitab kepada penduduk Madinah pula dikatakan ayat Madani.

Dalam erti kata lain, pendapat golongan ketiga ini dinilai dari sudut tumpuan penurunan dan tujuan arahnya. Ayat Khitabnya ditunjukkan kepada penduduk Mekah dikatakan ayat Makki dan ayat yang Khitabnya ditujukan kepda penduduk Madinah dinamakan ayat Madani. Menurut pendapat ketiga, ayat Makki biasanya menngunakan lafaz ياأيها الناس wahai sekalian manusia dan ayat Madani pula dimulakan dengan ياأيها الذين امنوا wahai orang yang beriman.

http://pengajianalquran.blogspot.com/

WAHYU DAN HURAIANNYA

Wahyu Dan Huraiannya

Pengertian wahyu
Dari segi bahasa :
sesuatu perkara yang hendak disampaikan oleh Allah S.W.T kepada hambanya yang terpilih dengan cara tersembunyi dan halus, tidak dapat dikesan oleh manusia. Memberitahu sesuatu dengan cara yang tidak jelas atau samar-samar dan segera.
Dari segi istilah :
-Segala apa yang disampaikan oleh Allah secara rahsia kepada nabi dan rasul-Nya, seperti Al-Qur’an dan hadis.
- Wahyu membawa pengertian yang lebih umum dan lebih luas daripada pengertian al-Qur’an. Hal itu kerana al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, tapi tidak semua wahyu itu, berpa Al-Qur’an. Dimana ada yang berupa hadis, kitab Zabur, Taurat dan Injil adalah juga wahyu Allah.
Cara Penurunan Wahyu
1) Malaikat datang dalam rupa sebenar
2) Malaikat menyerupai manusia
3) Malaikat datang dengan keadaan sembunyi
4) Dengan bunyi loceng
5) Juga dengan bunyi lebah




Makna wahyu dari segi lughah
Makna wahyu terbahagi kepada lima bentuk:
1) Ilham semulajadi kepada manusia.
“dan kami ilhamkan kepada ibu Musa ;’susuilah dia (Musa), dan apabila kamu mengkhuatiri terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke Sungai ((Nil).”
Surah Al-Qasas ; ayat:7
2) Ilham yang tertentu kepada haiwan.
“dan Tuhanmu memberi ilham kepada lebah: "Hendaklah Engkau membuat sarangmu di gunung-ganang dan di pokok-pokok kayu, dan juga di bangunan-bangunan Yang didirikan oleh manusia.”
Surah An-Nahl ; ayat: 68
3) Isyarat yang pantas dengan cara yang amat simbolik.
“maka Dia pun keluar mendapatkan kaumnya dari Mihrab (tempat sembahyangnya), lalu ia memberi isyarat kepada mereka: "Hendaklah kamu bertasbih(mengerjakan Ibadat kepada Allah) pagi dan petang".
Surah Maryam ; Ayat: 11
4) Was-was Syaitan, iaitu godaan atau bisikan Syaitan sebagai perhiasan kejahatan bagi manusia.
“dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh dari syaitan-syaitan manusia dan jin, setengahnya membisikkan kepada setengahnya Yang lain kata-kata dusta Yang indah-indah susunannya untuk memperdaya pendengarnya.”
Surah Al-An’am ; ayat:121
5) Perintah dari Allah swt kepada malaikatNya.
“(ingatlah) ketika Tuhanmu wahyukan kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku menyertai kamu (memberi pertolongan), maka Tetapkanlah (hati) orang-orang Yang beriman.”
Surah Al-Anfal ; ayat: 12
Wahyu Allah Kepada Malaikat

1) Malaikat menerima melalui kata-kata allah S.W.T tanpa perantaraan
Malaikat Jibril bertalaqqi dan mendengar dari Allah S.W.T dengan lafaz yang khusus.
2) Al-Quran sudah sedia tertulis di Lauh Mahfuz, Malaikat menghafalnya dan menyampaikannya kepada Rasulullah S.A.W
Sepertimana diturunkan dalam satu jumlah ke Baitul Izzah dari langit dunia pada ayat pertama surah Al-Qadr, ayat ke-3 surah ad-Dukhan dan ayat ke-185 surah Al-Baqarah.

Wahyu Allah S.W.T kepada Rasulullah S.A.W
1) Dengan cara berperantaraan

• Mimpi yang benar.
Hadis riwayat dari Saidatina Aisyah yang bermaksud:
“ Seawal-awal wahyu yang diterima oleh baginda ialah mimpi yang benar ketika tidur, maka ia tidak melihat melainkan datangnya seperti fajar waktu subuh.”
• Suara melalui pelindung atau tabir.
Berlaku dalam kisah Nabi Ismail A.S
Juga berlaku kepada rasullah S.A.W ketika isra’ mi’raj

2) Dengan cara tidak berpeantaraan
wahyu melalui Malaikat dan sebagainya.


Wahyu Allah S.W.T dari Malaikat kepada Rasulullah

1) Dengan cara yang paling berat .
Iaitu mendengar bunyi loceng dan suara yang kuat supaya Nabi bersedia menerima wahyu yang datang.
Firman Allah S.W.T :surah -Muzammil yang bermaksud “Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu wahyu (Al-Quran Yang mengandungi perintah-perintah) Yang berat (kepada orang-orang Yang tidak bersedia menyempurnakannya)”.
2) Dengan cara yang ringan.

Iaitu Malaikat menyerupai seorang lelaki dengan paras rupa yang indah dan berseri, kemudian membacakan wahyu tersebut kepada baginda serta baginda menerimanya dengan senang.

Riwayat oleh Bukhari di dalam sahihnya daripada Aisyah Ummul mukminin yang bermaksud, “ Harith bin Hisyam telah bertanya kepada Rasulullah S.A.W. Katanya: Wahai Rasulullah, bagaimanakah wahyu didatangkan kepada engkau? Jawab baginda: “ Kadangkala ia didatangkan kepadaku seumpama bunyi loceng yamg merupakan cara yang paling berat aku rasakan. Aku pun meyakininya dan kemudian aku menguasai apa yang telah diperkatakan. Kadangkala malaikat menyerupakan dirinya kepadaku seumpama seorang lelaki dan memperkatakan kepadaku dan aku menguasai apa yang diperkatakannya.”

-------------------------------
NOOR MUHAMMAD FIKRI BIN NOORDIN
4104

Sunday, March 28, 2010

Ayat-ayat Al-Quran yang awal diturunkan dan yang terakhir diturunkan.

Ayat-ayat Al-Quran yang awal diturunkan dan yang terakhir diturunkan.
Ketinggian kedudukan al-Quran dan keagungan ajaran-ajarannya akan dapat merobah kehidupan manusia, menghubungkan langit dengan bumi, dan dunia dengan akhirat. Pengetahuan mengenai sejarah perundangan Islam daripada sumber utama iaitu al-Quran akan menggambarkan kepada kita mengenai pemeringkatan hukum dan penyesuaiannya dengan keadaan tempat hukum itu diturunkan yang memerlukan per¬bahasan mengenai apa yang pertama dan terakhir diturunkan.
• 1. Yang Pertama Diturunkan
Terdapat empat pendapat mengenai apakah yang mula-mula diturunkan mengenai al-Quran :-
• i) Jumhur (Pendapat yang paling rajih atau sahih) bersetuju iaitu yang pertama diturunkan ialah lima ayat pertama daripada surah al-‘Alaq berdasarkan riwayat ‘Aisyah yang dicatatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan al-Hakim dalam kitab-kitab hadith mereka. Aisyah r.a. menyatakan: “Sesungguhnya permulaan wahyu datang kepada Rasulullah s.a.w. melalui mimpi yang benar di waktu tidur. Mimpi itu jelas dan terang bagaikan terangnya pagi hari. Kemudian dia gemar menyendiri dan pergi ke gua Hira’ untuk beribadah beberapa malam dengan membawa bekal. Sesudah kehabisan bekal, beliau kembali kepada isterinya Khadijah r.a., maka Khadijah pun membekalinya seperti bekal terdahulu sehinggalah beliau didatangi dengan suatu kebenaran (wahyu) di gua Hira’ tersebut, apabila seorang malaikat (Jibril a.s.) datang kepadanya dan mengatakan: “Bacalah!” Rasulullah menceritakan, maka aku pun menjawab: “Aku tidak tahu membaca.” Malaikat tersebut kemudian memeluk-ku sehingga aku merasa sesak nafas, kemudian aku dilepaskannya sambil berkata lagi: “Bacalah!” Maka aku pun menjawab: “Aku tidak tahu membaca.” Lalu dia memeluk-ku sampai aku rasa sesak nafas dan dilepaskannya sambil berkata: “Bacalah!” Aku menjawab: “Aku tidak tahu membaca.” Maka dia memeluk-ku buat ketiga kalinya seraya berkata: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu yang Maha Pemurah! Yang mengajar dengan perantaraan kalam dan mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. Setelah berlaku peristiwa itu kembalilah Rasulullah s.a.w. kepada isterinya Khadijah (membawa ayat-ayat ini) dengan tubuh menggigil………sehinggalah akhir hadith.” (al-Hadith).
Imam-imam yang lain seperti al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Baihaqi dalam al-Dala’il dan al-Tabrani dalam al-Kabir mengesahkan ayat tersebut adalah yang pertama diturunkan.
• ii) Pendapat lain mengatakan Surah al-Muddathir yang pertama kali diturunkan berdasarkan hadith yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah seorang sahabat. Daripada Abu Salamah bin Abdul Rahman, dia berkata: “Aku telah bertanya kepada Jabir bin ‘Abdullah: Yang manakah di antara al-Quran mula-mula diturunkan? Jabir menjawab,” يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ “. Aku berkata, “Atau اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ “. Dia Jabir berkata,”Aku katakan kepada-mu apa yang dikatakan Rasulullah s.a.w. kepada kami: “Sesungguhnya aku berdiam diri di gua Hira’. Maka ketika habis masa diam-ku, aku turun lalu aku susuri lembah. Aku lihat ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri. Lalu aku lihat ke langit, tiba-tiba aku melihat Jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Mereka pun menyelimuti aku.
Lalu Allah menurunkan: ْ يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِر“Wahai orang yang berselimut; bangkitlah, lalu berilah peringatan”.
Mengenai Hadis Jabir ini, dapatlah disimpulkan iaitu pertanyaan tersebut adalah mengenai surah yang diturunkan secara penuh. Jabir menjelaskan yang surah Muddathir diturunkan secara penuh sebelum surah Iqra’ selesai diturunkan, karena yang turun pertama sekali daripada surah Iqra’ itu hanyalah permulaannya saja. Ini diperkuatkan oleh hadith Abu Salamah daripada Jabir yang terdapat dalam Sahih Bukhari dan Muslim. Jabir berkata: “Aku mendengar Rasulullah s.a.w. ketika bercakap mengenai putusnya wahyu, beliau menyebut dalam percakapannya itu, “Sewaktu aku berjalan, aku terdengar suara dari langit. Kemudian aku angkat kepala-ku, tiba-tiba aku ternampak malaikat yang mendatangi aku di gua Hira’ duduk di atas kursi antara langit dan bumi, lalu aku pulang dan aku katakan: Selimutkanlah aku! Mereka pun menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan ayat, يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ .
Hadis ini menggambarkan peristiwa ini terkemudian daripada peristiwa di gua Hira’, atau al-Muddathir adalah surah yang pertama diturunkan setelah terputusnya wahyu. Dapat disimpulkan ayat pertama untuk kenabian ialah Iqra’ dan surah pertama untuk risalah ialah surah al-Muddathir.
• iii) Andaian ketiga ialah berdasarkan satu kenyataan yang diperakukan kepada Ali bin Abi Talib, disebut oleh Abi Ishaq daripada Abi Maisarah. Riwayat yang direkodkan oleh al-Wahidi menyebut: Apabila Rasulullah muncul (dari gua Hira’) dan mendengar suatu suara menjerit, “Wahai Muhammad”, Rasulullah terus pulang ke rumah. Waraqah bin Naufal menasihatkan Rasulullah mendengar kepada suara tersebut. Oleh itu apabila Rasulullah kemudiannya mendengar suara tersebut, beliau menyahut; Suara itu berkata, “Katakanlah, Aku bersaksi sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad pesuruh Allah dan bacalah:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ‘……..” (al-Fatihah: 1-7)
• iv) Sebahagian ulama tabiin seperti al-Dhahhak bin Muzahim berpendapat ayat pertama ialah Bismillah. Dia menyebut ‘Abdullah bin ‘Abbas pernah berkata: Perkara pertama yang diturunkan oleh malaikat Jibril a.s. kepada Rasulullah s.a.w. dengan beliau mengatakan, “Wahai Muhammad, aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui daripada Syaitan yang dilaknat, dan katakanlah: Bismillahir Rahmanir Rahim (Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.)
Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani menyebutkan hadith ini sebagai munqati’ dalam kitabnya, Al-Intisar. Menurut al-Zarkasyi di dalam kitabnya al-Burhan, sebahagian besar ulama menyatukan hadith riwayat ‘Aisyah dan Jabir dengan menyimpulkan Jabir mendengar Nabi membicarakan peristiwa permulaan wahyu dan dia mendengar bahagian akhirnya sedang bahagian pertamanya dia tidak mendengar. Jadi Jabir menyangka surah yang didengarnya adalah yang pertama diturunkan, pada hal bukan. Ibn Hibban dalam sahihnya menyatakan tidak ada pertentangan antara kedua hadith tersebut kerana ketika turun kepada Rasulullah Iqra’, beliau pulang ke rumah lalu berselimut; kemudian turunlah Surah Al-Muddathir.
Surah-surah lain yang awal diturunkan termasuklah al-Masad (111), al-Takwir (81), al-Ala (87), al-Lail (92) dan al-Fajr. Para ulama juga membicarakan ayat-ayat yang mula-mula diturunkan berdasarkan permasalahan atau persoalan tertentu. Di antaranya ia melibatkan i) Pertama kali mengenai makanan-ayat 145 Surah al-An’am, ayat 145 Surah al-Nahl, ayat 173 Surah al-Baqarah dan ayat 3 Surah al-Ma’idah; ii) Pertama kali mengenai minuman- ayat 219 mengenai khamar dalam Surah al-Baqarah, ayat 43 Surah al-Nisa’ dan ayat 90-91 Surah al-Ma’idah; dan iii) Pertama kali mengenai perang iaitu ayat 39 Surah al-Hajj.
• 2. Yang Terakhir Diturunkan
Pelbagai pendapat mengenai yang terakhir diturunkan tetapi semua pendapat ini tidak mengandungi sesuatu yang dapat disandarkan kepada Rasulullah s.a.w., malah masing-masing merupakan ijtihad atau dugaan. Al-Qadhi Abu Bakar mengatakan mungkin mereka memberitahu apa yang terakhir kali didengar oleh mereka daripada Rasulullah s.a.w. ketika beliau hampir wafat. Antara pendapattersebut ialah:-
• i. Pendapat Ibn ‘Abbas-banyak riwayat yang dikaitkan dengan Ibn ‘Abbas:
• a. ‘Amir al-Sha’bi meriwayatkan bahawa ‘Abdullah bin ‘Abbas pernah berkata: “Ayat terakhir diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. adalah ayat mengenai riba.” Firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba - yang belum dipungut -.” (al-Baqarah:278).
• b. Ikrimah meriwayatkan bahawa Ibn ‘Abbas menyebut: Ayat al-Quran terakhir diturunkan adalah,
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ
“Dan peliharalah diri-mu daripada azab yang terjadi pada suatu hari kamu semua dikembalikan kepada Allah.” (al-Baqarah: 281)
• c. ‘Abdullah b. ‘Utbah r.a. katanya, ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata kepada saya: “Adakah anda tahu ayat yang terakhir sekali turun? Jawab-ku “tahu” iaitu ِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan) (al-Nasr: 1). Berkata Ibnu ‘Abbas: “Kamu benar.”
• d. Said bin Jubayr mengatakan orang-orang Kufah berselisih tentang ayat,
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan sesiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Neraka Jahanam, kekal dia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya azab seksa yang besar.” (Al-Nisa’:93). Saya menemui Ibn ‘Abbas dan bertanyakan ayat ini dan beliau berkata: “Ayat ini adalah ayat terakhir diturunkan dan selepas itu tidak ada ayat yang menasakhkan ayat ini.”
• ii. Pendapat al-Bara bin ‘Azib
Berikut ialah dua kenyataan yang diriwayatkan oleh beliau:-
• a. Abu Ishaq al-Sabi’ee meriwayatkan bahawa al-Bara mengatakan: “Surah lengkap terakhir diturunkan ialah surah Baraah.Bukhari vol 3 Kitab al-Maghazi hadith 4364.
• b. Abu Ishaq al-Sabi’ee meriwayatkan bahawa al-Bara mengatakan: ”Ayat terakhir diturunkan ialah,
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَة
“Mereka (orang-orang Islam umat-mu) meminta fatwa kepada-mu (Wahai Muhammad mengenai masalah Kalalah). Katakanlah: Allah memberi fatwa kepada kamu di dalam perkara Kalalah itu………(al-Nisa’:176)
• iii. Pendapat Ubay bin Ka’ab
Yusuf b. Mihran meriwayatkan daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas yang Ubay bin Ka’ab mengatakan potongan ayat al-Quran terakhir diturunkan ialah,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri (iaitu Nabi Muhammad s.a.w) yang menjadi sangat berat kepadanya sebarang kesusahan yang ditanggung oleh kamu, yang sangat tamak (inginkan) kebaikan bagi kamu dan dia pula menumpahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada orang-orang yang beriman.” (al-Taubah:12
• iv. Pendapat ‘Abdullah bin Amru bin al-‘As
Abu Abdul Rahman al-Halabi mendengar ‘Abdullah b. Amru sebagai berkata: Surah terakhir diturunkan ialah Surah al-Ma’idah.
• v. Pendapat ‘Aishah
Jubayr bin Nufayl berkata, “Aku pergi menemui ‘Aishah, yang bertanya kepadaku: Adakah kamu membaca Surah al-Ma’idah? Aku kata: Ya. Dia berkata: Inilah Surah terakhir yang diturunkan……”
• vi. Pendapat Ummu Salamah
Mujahid b. Jabr mengatakan yang Umm Salamah berkata: “Ayat terakhir diturunkan adalah ayat,
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
“Maka Tuhan mereka perkenan doa mereka (dengan firmanNya): Sesungguhnya Aku tidak akan sia-siakan amal orang-orang yang beramal dari kalangan kamu, sama ada lelaki atau perempuan……..” (al-Nisa:195)
• vii. Pendapat ‘Umar al-Khattab
Abu Sa’id al-Khudry meriwayatkan daripada ‘Umar al-Khatab yang memberitahu ayat terakhir diturunkan ialah pengharaman riba’ (al-Baqarah:275) dan Rasulullah s.a.w. wafat beberapa hari selepas itu dan perkara riba’ tersebut tidak tertinggal tanpa penjelasan.
• viii. Pendapat Mu’awiyah bin Abi Sufiyan
‘Amr Qais al-Kufi meriwayatkan Mu’awiyah mengatakan ayat berikut sebagai ayat terakhir diturunkan,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada-ku bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan Yang Satu; Oleh itu, sesiapa yang percaya dan berharap akan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah dia mempersekutukan sesiapapun dalam ibadatnya kepada Tuhannya.” (al-Kahfi:110)
Sekiranya kita menganalisis pendapat-pendapat di atas, kita akan menghadapi kesukaran untuk menentukan ayat terakhir diturunkan kepada Rasulullah disebabkan perbezaan pendapat tersebut. Walau bagaimanapun kita boleh membuat rumusan berdasarkan logik;
• i. Ayat 275 hingga 281 surah al-Baqarah nampaknya diturunkan bersama kerana ayat ini membicarakan persoalan riba’ dan hukum berkaitannya. ‘Umar dan ‘Abdullah Ibn ‘Abbas mengatakan ayat riba merupakan ayat terakhir diturunkan boleh dikatakan tepat memandangkan Rasulullah wafat 9 hari selepas ayat ini diturunkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubayr dan Ibn Jurayj mengenai ayat 281, surah al-Baqarah.
• ii. Pandangan Ibn ‘Abbas mengenai ayat 93 surah al-Nisa’ ialah tentang ayat terakhir berhubung pembunuhan seorang Muslim, bukannya ayat terakhir al-Quran. Manakala pendapatnya mengenai surah al-Nasr tidak menjadi masalah. Surah al-Nasr kemungkinan merupakan surah pendek yang terakhir diturunkan, sementara surah al-Baraah merupakan surah panjang yang terakhir diturunkan. Ini tidak bercanggah dengan pandangan ‘Aishah dan Ibn ‘Amr yang mengatakan surah al-Ma’idah merupakan surah penuh terakhir diturunkan. Mereka bermaksud surah terakhir mengenai perkara halal dan haram.
• iii. Pandangan al-Bara tentang ayat 176 surah al-Nisa’ sebagai ayat akhir turun ialah ayat akhir tentang faraid. Apa yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab mengenai ayat 128 hingga 129 surah al-Taubah adalah sebahagian daripada surah tersebut yang diturunkan secara keseluruhan sebagai surah panjang yang terakhir diturunkan. Riwayat Umm Salamah pula bukannya mengenai ayat terakhir tetapi lebih kepada jawapan kepada soalan beliau kepada Rasulullah mengenai kedudukan wanita dalam Islam. Pandangan Mu’awiyah pula jelas merujuk kepada yang terakhir diturunkan di Mekah melibatkan surah al-Kahfi termasuk ayat terakhirnya.
Kesimpulannya, Surah al-Taubah sebagai surah panjang terakhir turun; Surah al-Nasr surah pendek terakhir turun; dan ayat 275 hingga 281 Surah al-Baqarah merupakan ayat terakhir diturunkan.
------------------
NOOR MUHAMMAD ADLI BIN NOORDIN
4103

PENURUNAN AL-QURAN (NUZUL AL-QURAN)

Penurunan Al-Quran (Nuzul Al-Quran)

PENGENALAN
Allah SWT telah menurunkan al-Quran sebagai satu mukjizat yang membuktikan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan kewujudan Allah SWT dengan segala sifat-sifat kesempurnaannya. Membaca al-Quran serta menghayati dan mengamalkannya adalah satu ibadat. Ia merupakan satu kitab panduan hidup manusia dan rujukan utama di samping sunnah Rasulullah. Al-Quran dinukilkan kepada kita secara mutawatir, pasti dan qat’i dan ditulis mashaf yang hari ini lebih dikenali sebagai mashaf ‘Uthmani. Adalah wajar bagi kita umat Islam mengkaji sejarah al-Quran dan perkara yang berkaitan dengannya. Penulisan ini akan mengemukakan satu perbincangan mengenai penurunan al-Quran (Nuzul al-Quran) salah satu aspek daripada pengajian ‘Ulum al-Quran’. Ilmu berkaitan Nuzul akan membicarakan mengenai cara-cara wahyu diturunkan, peringkatnya, tempat-tempat turunnya ayat-ayat al-Quran, masanya, awalnya dan akhirnya. Berdasarkan ilmu tersebut, Kita dapat mengetahui ayat-ayat Makkiyah Dan Madaniyyah Dan juga mengetahui asbab al-nuzul.
PENGERTIAN NUZUL AL-QURAN
Daripada segi bahasa, perkataan ‘Nuzul’ bererti menetap di satu tempat atau turun dari tempat yang tinggi. Kata perbuatannya ‘nazala’ (نزل) membawa maksud ‘dia telah turun’ atau ‘dia menjadi tetamu’. Sebenarnya penggunaan istilah Nuzul al-Quran ini secara majaz atau simbolik sahaja yang bermaksud pemberitahuan al-Quran. Tujuannya untuk menunjukkan ketinggian al-Quran.
Secara teknikalnya Nuzul al-Quran bererti penurunan al-Quran dari langit kepada Nabi Allah yang terakhir. Perkataan Nuzul dalam pelbagai wajah sama Ada kata nama, kata perbuatan atau lainnya digunakan dalam al-Quran sebanyak lebih kurang 290 kali. Sebagai contoh, “Dia yang telah…..menurunkan hujan.” (al-Baqarah:22), “Dialah….yang menurunkan Taurat Dan Injil.” (Ali Imran:3) Dan banyak lagi ayat-ayat lain.

CARA AL-QURAN (WAHYU) DITURUNKAN

‘Aishah isteri Rasulullah s.a.w. Meriwayatkan sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, beliau bermimpi perkara yang benar lalu beliau menyendiri di gua Hira’ beribadah kepada Allah SWT untuk selama beberapa tahun. Di gua berkenaanlah baginda menerima wahyu yang pertama.
Harith bin Hisham, seorang sahabat Rasulullah s.a.w. pernah bertanya kepada Baginda bagaimana wahyu diturunkan kepadanya. Rasulullah menjawab :
”Kadang-kadang wahyu datang kepada-ku dengan gema (desingan) loceng dan ini amat berat bagi-ku, dan sementara bunyi itu hilang aku mengingati apa yang disampaikan kepada-ku. Kadang ia datang dalam bentuk jelmaan malaikat kepada-ku merupai lelaki, bercakap dengan-ku dan aku menerima apa saja yang disampaikannya kepada-ku.”
PERINGKAT PENURUNAN AL-QURAN
Para ulama menyatakan penurunan al-Quran berlaku dalam dua bentuk iaitu secara sekaligus, dan berperingkat. Walau bagaimanapun mereka berselisih pendapat tentang berapa kali berlakunya penurunan al-Quran secara sekaligus.
Terdapat tiga pandangan mengenai hal ini, iaitu :
• Penurunan al-Quran dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz;
• Kali kedua, dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-‘Izzah di langit dunia; dan
• Kali ketiga, penurunan kepada Jibril a.s. dalam tempoh 20 malam.
Al-Suyuti dalam kitabnya ‘al-Itqan if Ulum al-Quran’ berdasarkan tiga riwayat oleh Ibn ‘Abbas, Hakim Dan al-Nasa’i, hanya membahagikan kepada dua peringkat sahaja iaitu dari al-Lauh Mahfuz ke Bait al-‘Izzah Dan dari Bait al-‘Izzah kepada Rasulullah s.a.w. Melalui Jibril a.s.
1. Dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz.
Penurunan ini berlaku sekaligus dengan tujuan untuk membuktikan ketinggian dan kekuasaan Allah SWT. Para Malaikat menyaksikan bahawa segala perkara yang ditentukan oleh Allah SWT di Luh Mahfuz ini benar-benar berlaku. Pendapat ini disandarkan kepada ayat 21 Dan 22 surah al-Buruj yang berbunyi,
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مجيد فِي لَوْحٍ مَحْفُوظ .
“(Sebenarnya apa yang engkau sampaikan kepada mereka bukanlah syair atau sihir), bahkan ialah Al-Quran yang tertinggi kemuliaannya; (Lagi yang terpelihara dengan sebaik-baiknya) pada Luh Mahfuz.” (al-Buruj:21-22)


2. Dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia.
Penurunan kali kedua secara sekaligus dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia dipercayai berlaku berpandukan kepada tiga (3) ayat al-Quran sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas;
Allah SWT berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia Dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk Dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), maka hendaklah dia berpuasa bulan itu Dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah dia berbuka, kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak Hari yang ditinggalkan itu pada hari-Hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan) dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjuk-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah:185)
Firman Allah SWT,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam yang berkat; (Kami berbuat demikian) kerana sesungguhnya Kami sentiasa memberi peringatan dan amaran (jangan hamba-hamba Kami ditimpa azab).” (ad-Dukhan:3)
Firman Allah SWT,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar.” (al-Qadr:1)
Ibn ‘Abbas juga menyatakan mengikut apa yang diriwayatkan oleh Said b. Jubayr: “Al-Quran diturunkan sekaligus pada malam yang penuh berkat.” Ikrimah pula meriwayatkan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Al-Quran diasingkan daripada al-Dhikr ‘الذكر’ dan ditempatkan di Bait al-‘Izzah di langit dunia.
Ibn Marduwayh dan al-Baihaqi mencatatkan perbualan antara ‘Atiyyah bin al-Aswad dan ‘Abdullah bin ‘Abbas yang mana ‘Atiyyah agak keliru mengenai penurunan ayat-ayat ini, “Pada bulan Ramadhan al-Quran diturunkan”, dan “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar”, ia juga diturunkan pada bulan Syawwal, Dhu al-Qaedah, Dhu al-Hijjah, al-Muharram, Safar dan Rabi’ al-Awwal.” Kemudian Ibn ‘Abbas menjelaskan: “Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul-Qadar sekaligus kemudiannya untuk diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w. secara beransur-ansur selama beberapa bulan dan hari.”
3. Dari Bait al-’Izzah kepada Rasulullah s.a.w. (dalam masa 20 malam).
Penurunan di peringkat ini telah berlaku secara beransur-ansur. Al-Quran mula diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. sejak baginda dilantik menjadi Rasulullah s.a.w. dan selesai apabila baginda hampir wafat, iaitu dalam tempoh dua puluh tiga tahun. Tiga belas tahun di Makkah dan sepuluh tahun di Madinah al-Munawwarah.
Mengikut pendapat ini, Jibril a.s. diberi Malam Lailatul-Qadar setiap tahun, dari mula turun wahyu hingga ke akhirnya sepanjang tempoh kenabian, sebahagian daripada al-Quran disimpan di Bait al-‘Izzah yang mencukupi baginya untuk disampaikan kepada Rasulullah s.a.w. dalam masa 20 malam. Pandangan ini dipegang kuat oleh al-Mawardi.
Kritikan terhadap Pandangan atau Pendapat di atas
Mengenai pendapat pertama mengenai al-Quran diturunkan sekaligus dari Allah SWT ke al-Lauh Mahfuz tidak disokong oleh bukti yang jelas dan kukuh. Ayat dalam surah al-Buruj yang digunakan sebagai hujah tidak menunjukkan secara tersurat atau tersirat mengenai penurunan sekaligus. Para ulama hanya membuat tafsiran pada ayat ini. Maksud ayat ini menceritakan tentang al-Quran dipelihara daripada sebarang pencemaran. Ayat ini ditujukan kepada musuh-musuh Islam yang cuba menambah, mengurang atau mengubah ayat al-Quran tidak akan dapat berbuat demikian kerana ia akan tetap tulen dan selamat. Tafsiran ini disokong oleh para mufassir seperti Tabari, Baghawi, Razi dan Ibn Kathir.
Pendapat kedua tentang penurunan sekaligus ke Bait al-‘Izzah berpandukan kepada ayat 2, surah al-Baqarah dan ayat 1, surah al-Qadr tidak menyatakan secara jelas mengenai al-Quran diturunkan sekaligus pada malam yang penuh berkat tersebut. Kenyataan al-Quran ini merujuk kepada masa ia diturunkan dan tidak mengenai bagaimana atau cara ia diturunkan. Ulama tabiin yang terkenal ‘Amir al-Sha’abi mengatakan: “Sudah pasti penurunan al-Quran berlaku pada Malam Lailatul-Qadr pada bulan Ramadhan, dan terus turun dalam masa 23 tahun. Tidak ada Nuzul lain melainkan yang diturunkan kepada Rasulullah s.a.w.”



Jumhur bersetuju yang ayat 1-5 daripada surah al-‘Alaq diturunkan di akhir Ramadhan 13 tahun sebelum Hijrah. Ketiga-tiga ayat yang dijadikan hujah di atas, tidak dinafikan, merujuk kepada ayat 1-15 surah al-‘Alaq. Cuma para ulama mentafsirkan ayat 185 surah al-Baqarah sebagai ‘keseluruhan al-Quran’. Para ulama, fuqaha, ahli hadith dan ahli tafsir semuanya bersetuju perkataan al-Quran merujuk kepada sebuah al-Quran atau sebahagian daripadanya. Malah ia dinyatakan dalam surah al-A’raf, ayat 204, Allah SWT berfirman,
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat.”
Mengenai riwayat Ibn ‘Abbas, ia merupakan pandangan beliau dan tidak ada dikaitkan dengan sebarang ucapan Rasulullah s.a.w. sebagai satu sumber menyokong pendapatnya. Suatu persoalan timbul mengapa perkara sepenting ini hanya disebut oleh Ibn ‘Abbas sedangkan di kalangan sahabat yang diiktiraf sebagai pakar al-Quran seperti ‘Abdullah Mas’ud, Ubayy bin Ka’ab, Zaid bin Thabit dan Mu’az bin Jabal tidak membicarakan perkara Nuzul al-Quran yang diturun sekaligus ke Bait al-‘Izzah.
Al-Zarqani berpendapat tidak wajar untuk mempersoalkan atau tidak mempercayai Ibn ‘Abbas kerana beliau dikenali sebagai orang yang tidak ada kaitan dengan cerita-cerita israiliyat serta pendiriannya sebagai ‘sahabat’, oleh itu beliau tergolong di bawah ‘Hukm al-Marfu’ iaitu perkara yang ada hubungan dengan Rasulullah s.a.w.
Sebahagian ulama berpendapat penurunan al-Quran hanya sekali sahaja iaitu daripada Allah SWT terus kepada Rasulullah melalui Jibril secara berperingkat dan bukannya tiga kali dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz, ke Bait al-‘Izzah dan kepada Rasulullah. Penulisan ini tidak akan terbabit dalam perbahasan ulama mengenai jumlah penurunan dan juga mengenai riwayat Ibn ‘Abbas bersandarkan kepada Rasulullah atau tidak. Penulis hanya menyampaikan adanya perbezaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah Nuzul.
HIKMAT AL-QURAN DITURUNKAN BERANSUR-ANSUR
Al-Quran diturunkan sedikit demi sedikit supaya mudah dihafal, difahami dan dilaksanakan. Ia sebagai satu rahmat dan kurniaan yang sangat berkesan kepada hamba-hambaNya.
Sekiranya al-Quran diturunkan sekaligus, sudah tentu ia akan menyusahi dan memberatkan, baik daripada segi hafalan, pemahaman dan pelaksanaannya dalam kehidupan. Al-Khudhari mengatakan tempoh al-Quran diturunkan ialah 22 tahun 22 bulan dan 22 hari, bermula daripada 17hb. Ramadhan tahun 41 kelahiran Rasulullah s.a.w. hinggalah 9hb. Zulhijjah, tahun ke 10 Hijrah. Dalam tempoh tersebut al-Quran dihafal oleh Rasulullah dan para sahabat serta dicatat oleh panitia penulis al-Quran kemudian dikumpulkan pada zaman Sayidina Abu Bakr r.a. dan disempurnakan pada masa Sayidina ‘Uthman r.a.
Antara hikmat utama Allah SWT merencanakan penurunan al-Quran kepada baginda Rasulullah SAW ini secara beransur-ansur adalah seperti berikut :
1. Untuk menetapkan jiwa Rasulullah s.a.w. dan menguatkan hatinya. Ini kerana dengan turunnya Jibril a.s. membawa wahyu secara berulang-ulang daripada Allah SWT kepada Rasul-Nya dapat menguatkan jiwa Rasulullah s.a.w. Baginda dapat merasakan pertolongan serta inayat Ilahi tersebut. Tanggungjawab sebagai Nabi adalah berat dan Rasulullah sebagai seorang manusia yang sudah tentu akan menghadapi pelbagai cabaran getir dalam menyampaikan risalah bukan sahaja menghadapi tekanan, sekatan, cercaan, maki hamun malah ancaman nyawa daripada kaumnya sendiri Quraisy dan juga dari kalangan Yahudi dan orang munafik. Tentulah beliau memerlukan belaian wahyu sebagai penenang kepada semua itu.
2. Untuk mendidik masyarakat waktu itu secara beransur-ansur. Ini akan memudahkan mereka untuk memahami al-Quran dan menghafaznya serta dapat beramal dengannya berdasarkan peristiwa-peristiwa yang berlaku di kalangan mereka. Oleh itu mereka dapat mengikis akidah amalan dan adat yang bertentangan dengan Islam secara beransur-ansur. Oleh itu sedikit demi sedikit ianya dapat dihapuskan.
3. Untuk menyesuaikan dengan peristiwa yang baharu berlaku iaitu apabila timbul sesuatu masalah di kalangan mereka, turunlah al-Quran menentukan hukum yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Contohnya, ayat mengenai persoalan roh dan seumpamanya.
4. Untuk menunjukkan bahawa sumber al-Quran itu Kalam Allah SWT semata-mata. Ia bukan ciptaan Nabi Muhammad s.a.w. atau makhluk lain.

AYAT PERTAMA DAN AKHIR DITURUNKAN
Ketinggian kedudukan al-Quran dan keagungan ajaran-ajarannya akan dapat merobah kehidupan manusia, menghubungkan langit dengan bumi, dan dunia dengan akhirat. Pengetahuan mengenai sejarah perundangan Islam daripada sumber utama iaitu al-Quran akan menggambarkan kepada kita mengenai pemeringkatan hukum dan penyesuaiannya dengan keadaan tempat hukum itu diturunkan yang memerlukan per¬bahasan mengenai apa yang pertama dan terakhir diturunkan.
1. Yang Pertama Diturunkan

Terdapat empat pendapat mengenai apakah yang mula-mula diturunkan mengenai al-Quran :-
i) Jumhur (Pendapat yang paling rajih atau sahih) bersetuju iaitu yang pertama diturunkan ialah lima ayat pertama daripada surah al-‘Alaq berdasarkan riwayat ‘Aisyah yang dicatatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan al-Hakim dalam kitab-kitab hadith mereka. Aisyah r.a. menyatakan: “Sesungguhnya permulaan wahyu datang kepada Rasulullah s.a.w. melalui mimpi yang benar di waktu tidur. Mimpi itu jelas dan terang bagaikan terangnya pagi hari. Kemudian dia gemar menyendiri dan pergi ke gua Hira’ untuk beribadah beberapa malam dengan membawa bekal. Sesudah kehabisan bekal, beliau kembali kepada isterinya Khadijah r.a., maka Khadijah pun membekalinya seperti bekal terdahulu sehinggalah beliau didatangi dengan suatu kebenaran (wahyu) di gua Hira’ tersebut, apabila seorang malaikat (Jibril a.s.) datang kepadanya dan mengatakan: “Bacalah!” Rasulullah menceritakan, maka aku pun menjawab: “Aku tidak tahu membaca.” Malaikat tersebut kemudian memeluk-ku sehingga aku merasa sesak nafas, kemudian aku dilepaskannya sambil berkata lagi: “Bacalah!” Maka aku pun menjawab: “Aku tidak tahu membaca.” Lalu dia memeluk-ku sampai aku rasa sesak nafas dan dilepaskannya sambil berkata: “Bacalah!” Aku menjawab: “Aku tidak tahu membaca.” Maka dia memeluk-ku buat ketiga kalinya seraya berkata: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu yang Maha Pemurah! Yang mengajar dengan perantaraan kalam dan mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. Setelah berlaku peristiwa itu kembalilah Rasulullah s.a.w. kepada isterinya Khadijah (membawa ayat-ayat ini) dengan tubuh menggigil………sehinggalah akhir hadith.” (al-Hadith).
Imam-imam yang lain seperti al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Baihaqi dalam al-Dala’il dan al-Tabrani dalam al-Kabir mengesahkan ayat tersebut adalah yang pertama diturunkan.
ii) Pendapat lain mengatakan Surah al-Muddathir yang pertama kali diturunkan berdasarkan hadith yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah seorang sahabat. Daripada Abu Salamah bin Abdul Rahman, dia berkata: “Aku telah bertanya kepada Jabir bin ‘Abdullah: Yang manakah di antara al-Quran mula-mula diturunkan? Jabir menjawab,” يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ “. Aku berkata, “Atau اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ “. Dia Jabir berkata,”Aku katakan kepada-mu apa yang dikatakan Rasulullah s.a.w. kepada kami: “Sesungguhnya aku berdiam diri di gua Hira’. Maka ketika habis masa diam-ku, aku turun lalu aku susuri lembah. Aku lihat ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri. Lalu aku lihat ke langit, tiba-tiba aku melihat Jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Mereka pun menyelimuti aku.
Lalu Allah menurunkan: ْ يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِر“Wahai orang yang berselimut; bangkitlah, lalu berilah peringatan”.
. Mengenai hadith Jabir ini, dapatlah disimpulkan iaitu pertanyaan tersebut adalah mengenai surah yang diturunkan secara penuh. Jabir menjelaskan yang surah Muddathir diturunkan secara penuh sebelum surah Iqra’ selesai diturunkan, karena yang turun pertama sekali daripada surah Iqra’ itu hanyalah permulaannya saja. Ini diperkuatkan oleh hadith Abu Salamah daripada Jabir yang terdapat dalam Sahih Bukhari dan Muslim. Jabir berkata: “Aku mendengar Rasulullah s.a.w. ketika bercakap mengenai putusnya wahyu, beliau menyebut dalam percakapannya itu, “Sewaktu aku berjalan, aku terdengar suara dari langit. Kemudian aku angkat kepala-ku, tiba-tiba aku ternampak malaikat yang mendatangi aku di gua Hira’ duduk di atas kursi antara langit dan bumi, lalu aku pulang dan aku katakan: Selimutkanlah aku!


Mereka pun menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan ayat,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ .
Hadith ini menggambarkan peristiwa ini terkemudian daripada peristiwa di gua Hira’, atau al-Muddathir adalah surah yang pertama diturunkan setelah terputusnya wahyu. Dapat disimpulkan ayat pertama untuk kenabian ialah Iqra’ dan surah pertama untuk risalah ialah surah al-Muddathir.
iii) Andaian ketiga ialah berdasarkan satu kenyataan yang diperakukan kepada Ali bin Abi Talib, disebut oleh Abi Ishaq daripada Abi Maisarah. Riwayat yang direkodkan oleh al-Wahidi menyebut: Apabila Rasulullah muncul (dari gua Hira’) dan mendengar suatu suara menjerit, “Wahai Muhammad”, Rasulullah terus pulang ke rumah. Waraqah bin Naufal menasihatkan Rasulullah mendengar kepada suara tersebut. Oleh itu apabila Rasulullah kemudiannya mendengar suara tersebut, beliau menyahut; Suara itu berkata, “Katakanlah, Aku bersaksi sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad pesuruh Allah dan bacalah:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ‘……..” (al-Fatihah: 1-7)
iv) Sebahagian ulama tabiin seperti al-Dhahhak bin Muzahim berpendapat ayat pertama ialah Bismillah. Dia menyebut ‘Abdullah bin ‘Abbas pernah berkata: Perkara pertama yang diturunkan oleh malaikat Jibril a.s. kepada Rasulullah s.a.w. dengan beliau mengatakan, “Wahai Muhammad, aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui daripada Syaitan yang dilaknat, dan katakanlah: Bismillahir Rahmanir Rahim (Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.)
Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani menyebutkan hadith ini sebagai munqati’ dalam kitabnya, al-Intisar. Menurut al-Zarkasyi di dalam kitabnya al-Burhan, sebahagian besar ulama menyatukan hadith riwayat ‘Aisyah dan Jabir dengan menyimpulkan Jabir mendengar Nabi membicarakan peristiwa permulaan wahyu dan dia mendengar bahagian akhirnya sedang bahagian pertamanya dia tidak mendengar. Jadi Jabir menyangka surah yang didengarnya adalah yang pertama diturunkan, pada hal bukan. Ibn Hibban dalam sahihnya menyatakan tidak ada pertentangan antara kedua hadith tersebut kerana ketika turun kepada Rasulullah Iqra’, beliau pulang ke rumah lalu berselimut; kemudian turunlah al-Muddathir.
Surah-surah lain yang awal diturunkan termasuklah al-Masad (111), al-Takwir (81), al-Ala (87), al-Lail (92) dan al-Fajr. Para ulama juga membicarakan ayat-ayat yang mula-mula diturunkan berdasarkan permasalahan atau persoalan tertentu. Di antaranya ia melibatkan i) Pertama kali mengenai makanan-ayat 145 Surah al-An’am, ayat 145 Surah al-Nahl, ayat 173 Surah al-Baqarah dan ayat 3 Surah al-Ma’idah; ii) Pertama kali mengenai minuman- ayat 219 mengenai khamar dalam Surah al-Baqarah, ayat 43 Surah al-Nisa’ dan ayat 90-91 Surah al-Ma’idah; dan iii) Pertama kali mengenai perang iaitu ayat 39 Surah al-Hajj.


2. Yang Terakhir Diturunkan
Pelbagai pendapat mengenai yang terakhir diturunkan tetapi semua pendapat ini tidak mengandungi sesuatu yang dapat disandarkan kepada Rasulullah s.a.w., malah masing-masing merupakan ijtihad atau dugaan. Al-Qadhi Abu Bakar mengatakan mungkin mereka memberitahu apa yang terakhir kali didengar oleh mereka daripada Rasulullah s.a.w. ketika beliau hampir wafat. Antara pendapat tersebut ialah:-
i. Pendapat Ibn ‘Abbas-banyak riwayat yang dikaitkan dengan Ibn ‘Abbas:
a. ‘Amir al-Sha’bi meriwayatkan bahawa ‘Abdullah bin ‘Abbas pernah berkata: “Ayat terakhir diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. adalah ayat mengenai riba.” Firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba – yang belum dipungut -.” (al-Baqarah:278).
b. Ikrimah meriwayatkan bahawa Ibn ‘Abbas menyebut: Ayat al-Quran terakhir diturunkan adalah,
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ
“Dan peliharalah diri-mu daripada azab yang terjadi pada suatu hari kamu semua dikembalikan kepada Allah.” (al-Baqarah: 281)
c. ‘Abdullah b. ‘Utbah r.a. katanya, ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata kepada saya: “Adakah anda tahu ayat yang terakhir sekali turun? Jawab-ku “tahu” iaitu ِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan) (al-Nasr: 1). Berkata Ibnu ‘Abbas: “Kamu benar.”
d. Said bin Jubayr mengatakan orang-orang Kufah berselisih tentang ayat,
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan sesiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Neraka Jahanam, kekal dia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya azab seksa yang besar.” (Al-Nisa’:93). Saya menemui Ibn ‘Abbas dan bertanyakan ayat ini dan beliau berkata: “Ayat ini adalah ayat terakhir diturunkan dan selepas itu tidak ada ayat yang menasakhkan ayat ini.”



ii. Pendapat al-Bara bin ‘Azib
Berikut ialah dua kenyataan yang diriwayatkan oleh beliau:-
a. Abu Ishaq al-Sabi’ee meriwayatkan bahawa al-Bara mengatakan: “Surah lengkap terakhir diturunkan ialah surah Baraah.Bukhari vol 3 Kitab al-Maghazi hadith 4364.
b. Abu Ishaq al-Sabi’ee meriwayatkan bahawa al-Bara mengatakan: ”Ayat terakhir diturunkan ialah,
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَة
“Mereka (orang-orang Islam umat-mu) meminta fatwa kepada-mu (Wahai Muhammad mengenai masalah Kalalah). Katakanlah: Allah memberi fatwa kepada kamu di dalam perkara Kalalah itu………(al-Nisa’:176)
iii. Pendapat Ubay bin Ka’ab
Yusuf b. Mihran meriwayatkan daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas yang Ubay bin Ka’ab mengatakan potongan ayat al-Quran terakhir diturunkan ialah,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri (iaitu Nabi Muhammad s.a.w) yang menjadi sangat berat kepadanya sebarang kesusahan yang ditanggung oleh kamu, yang sangat tamak (inginkan) kebaikan bagi kamu dan dia pula menumpahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada orang-orang yang beriman.” (al-Taubah:128)
iv. Pendapat ‘Abdullah bin Amru bin al-‘As
Abu Abdul Rahman al-Halabi mendengar ‘Abdullah b. Amru sebagai berkata: Surah terakhir diturunkan ialah Surah al-Ma’idah.
v. Pendapat ‘Aishah
Jubayr bin Nufayl berkata, “Aku pergi menemui ‘Aishah, yang bertanya kepadaku: Adakah kamu membaca Surah al-Ma’idah? Aku kata: Ya. Dia berkata: Inilah Surah terakhir yang diturunkan……”





vi. Pendapat Umm Salamah
Mujahid b. Jabr mengatakan yang Umm Salamah berkata: “Ayat terakhir diturunkan adalah ayat,
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
“Maka Tuhan mereka perkenan doa mereka (dengan firmanNya): Sesungguhnya Aku tidak akan sia-siakan amal orang-orang yang beramal dari kalangan kamu, sama ada lelaki atau perempuan……..” (ali-Imran:195)
vii. Pendapat ‘Umar al-Khattab
Abu Sa’id al-Khudry meriwayatkan daripada ‘Umar al-Khatab yang memberitahu ayat terakhir diturunkan ialah pengharaman riba’ (al-Baqarah:275) dan Rasulullah s.a.w. wafat beberapa hari selepas itu dan perkara riba’ tersebut tidak tertinggal tanpa penjelasan.
viii. Pendapat Mu’awiyah bin Abi Sufiyan
‘Amr Qais al-Kufi meriwayatkan Mu’awiyah mengatakan ayat berikut sebagai ayat terakhir diturunkan,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada-ku bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan Yang Satu; Oleh itu, sesiapa yang percaya dan berharap akan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah dia mempersekutukan sesiapapun dalam ibadatnya kepada Tuhannya.” (al-Kahfi:110)
Sekiranya kita menganalisis pendapat-pendapat di atas, kita akan menghadapi kesukaran untuk menentukan ayat terakhir diturunkan kepada Rasulullah disebabkan perbezaan pendapat tersebut. Walau bagaimanapun kita boleh membuat rumusan berdasarkan logik;
i. Ayat 275 hingga 281 surah al-Baqarah nampaknya diturunkan bersama kerana ayat ini membicarakan persoalan riba’ dan hukum berkaitannya. ‘Umar dan ‘Abdullah Ibn ‘Abbas mengatakan ayat riba merupakan ayat terakhir diturunkan boleh dikatakan tepat memandangkan Rasulullah wafat 9 hari selepas ayat ini diturunkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubayr dan Ibn Jurayj mengenai ayat 281, surah al-Baqarah.
ii. Pandangan Ibn ‘Abbas mengenai ayat 93 surah al-Nisa’ ialah tentang ayat terakhir berhubung pembunuhan seorang Muslim, bukannya ayat terakhir al-Quran. Manakala pendapatnya mengenai surah al-Nasr tidak menjadi masalah. Surah al-Nasr kemungkinan merupakan surah pendek yang terakhir diturunkan, sementara surah al-Baraah merupakan surah panjang yang terakhir diturunkan. Ini tidak bercanggah dengan pandangan ‘Aishah dan Ibn ‘Amr yang mengatakan surah al-Ma’idah merupakan surah penuh terakhir diturunkan. Mereka bermaksud surah terakhir mengenai perkara halal dan haram.
iii. Pandangan al-Bara tentang ayat 176 surah al-Nisa’ sebagai ayat akhir turun ialah ayat akhir tentang faraid. Apa yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab mengenai ayat 128 hingga 129 surah al-Taubah adalah sebahagian daripada surah tersebut yang diturunkan secara keseluruhan sebagai surah panjang yang terakhir diturunkan. Riwayat Umm Salamah pula bukannya mengenai ayat terakhir tetapi lebih kepada jawapan kepada soalan beliau kepada Rasulullah mengenai kedudukan wanita dalam Islam. Pandangan Mu’awiyah pula jelas merujuk kepada yang terakhir diturunkan di Mekah melibatkan surah al-Kahfi termasuk ayat terakhirnya.
Kesimpulannya, Surah al-Taubah sebagai surah panjang terakhir turun; Surah al-Nasr surah pendek terakhir turun; dan ayat 275 hingga 281 Surah al-Baqarah merupakan ayat terakhir diturunkan.

--------------------
Mohd Fauzan B. Suhaimi
3964

Wednesday, March 24, 2010

PENGERTIAN MAKKIYAH & MADANIYAH DAN PERKARA BERKAITAN DENGANNYA

PENGERTIAN MAKKIYAH & MADANIYAH DAN PERKARA BERKAITAN DENGANNYA

Cara menentukan Makki dan Madani :

Untuk mengetahui dan menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara utama .Manhaj sima`i naqli ( metode pendengaran seperti apa adanya ) dan Manhaj qiyasi ijtihadi ( menganalogikan dan ijtihad ).

1.Cara sima'i naqli : didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu atau dari para tabi`in yag menerima dan mendengar dari para sahabat sebagaiamana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan makki dan madani itu didasarkan pada cara pertama.
Dan contoh-contoh diatas adalah bukti paling baik baginya.
Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab tafsir bil ma`tsur. Kitab asbabun Nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai ilmu-ilmu Qur`an.
2. Cara qiysi ijtihadi : didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apabila dalam surah makki terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau mengandung persitiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani dan sebaliknya. Bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri makki, maka surah itu dinamakan surah makki. Juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.

Perbezaan Makki dan Madani

Untuk membezakan makki dan madani, para ulama mempunyai tiga cara pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.

1) Pertama: Dari segi waktu turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan dimekkah. Madani adalah yang turun sesudah hijrah meskipun bukan di madinah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun dimekkah atau Arafah adalah madani Contoh : ayat yang diturunkan pada tahun penaklukan kota makkah , firman Allah:

http://4.bp.blogspot.com/_oLUM3Y7qMqQ/S6pU86RQYzI/AAAAAAAAACY/pbgbrMrvTYM/s320/nisa.JPG


`Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak…` ( an-Nisa` : 58 ). Ayat ini diturunkan di mekkah dalam ka`bah pada tahun penaklukan mekkah. Pendapat ini lebih baik dari kedua pendapat berikut. Karena ia lebih memberikan kepastian dan konsisten.

2) Kedua : Dari segi tempat turunnya. Makki adalah yang turun di mekkah dan sekitarnya. Seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah yang turun di madinah dan sekitarnya. Seperti Uhud, Quba` dan Sil`. Pendapat ini mengakibatkn tidak adanya pembagian secara konkrit yang mendua. Sebab yang turun dalam perjalanan, di Tabukh atau di Baitul Maqdis tidak termasuk kedalam salah satu bagiannya, sehingga ia tidak dinamakan makki ataupun madani. Juga mengakibatkan bahwa yang diturunkan dimakkah sesudah hijrah disebut makki.

3) Ketiga : Dari segi sasaran pembicaraan. Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk mekkah dan madani ditujukan kepada penduduk madinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Qur`an yang mengandung seruan yaa ayyuhannas ( wahai manusia ) adalah makki, sedang ayat yang mengandung seruan yaa ayyu halladziina aamanuu ( wahai orang-orang yang beriman ) adalah madani. Namun melalui pengamatan cermat, nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah Qur`an tidak selalu dibuka dengan salah satu seruan itu, dan ketentuan demikianpun tidak konsisten. Misalnya surah baqarah itu madani, tetapi didalamnya terdapat ayat makki.

3. KETENTUAN & CIRI-CIRI KHAS MAKKI DAN MADANI

Para ulama telah meneliti surah-surah makki dan madani, menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaedah-kaedah dengan ciri-ciri tersebut.

1) Ketentuan Surah Makkiyah .
a) Setiap surah yang didalamnya mengandung `sajdah` maka surah itu makki.
b) Setiap surah yang mengandung lafaz ` kalla` berarti makki. Lafaz ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Qur`an dan di sebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surah.
c) Setiap surah yang mengandung yaa ayyuhan naas dan tidak mengandung yaa ayyuhal ladzinaa amanuu, berarti makki. Kecuali surah al-Hajj yang pada akhir surah terdapat ayat yaa ayyuhal ladziina amanuur ka`u wasjudu. Namaun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah makki.
d) Setiap surah yang menngandung kisah para nabi umat terdahulu adalah makki, kecuali surah baqarah.
e) Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah makki, kecuali surat baqarah.
f) setiap surah yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti alif lam mim, alif lam ra, ha mim dll, adalah makki. Kecuali surah baqarah dan ali-imran, sedang surah Ra`ad masih diperselisihkan.


2) Tema & Gaya Bahasa Surah Makkiyah

Dari segi ciri tema dan gaya bahasa, ayat makky dapatlah diringkas sebagai berikut :

a) Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi dengan orang musyrik dengan menggunkan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.
b) Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan ahlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim. Penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
c) Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelaran bagi mereka sehingga megetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka, dan sebagai hiburan buat Rasulullah SAW sehingga ia tabah dalam mengadapi gangguan dari mereka dan yakin akan menang.
d) Suku katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya singkat, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras. Menggetarkan hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah, seperti surah-surah yang pendek-pendek dan perkecualiannya hanya sedikit.

3) Ketentuan Surah Madani

a) Setiap surah yang berisi kewajiban atai had ( sanksi ) adalah madani.
b) Setiap surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani, kecuali surah al-ankabut adalah makki.
c) Setiap surah yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani

4) Tema dan Gaya Bahasa surat Madaniyah

Dari segi ciri khas, tema dan gaya bahasa, dapatlah diringkaskan sebagai berikut :

a) Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasiaonal baik diwaktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan.
b) Seruan terhadap ahli kitab, dari kalangan yahudi dn nasrani. Dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka, terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran, dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.
c) Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisi kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
d) Suku kata dan ayat-ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.

Surah- surah makiyah dan madaniah yang sah ada 20 surah :
1. Al-Baqarah
2. Ali 'Imran
3. An-Nisa'
4. Al-Ma'idah
5. Al-Anfal
6. At-Taubah
7. An-Nur
8. Al –Ahzab
9. Muhammad
10. Al-Fath
11. Al- Hujrat
12. Al-Hadid
13. Al-Mujadilah
14. Al-Hashr
15. Al-Mumtahinah
16. Al-Jumuah
17. Al-Munafiqun
18. Al-Talaq
19. At-Tahrim
20. An-Nasr

Dan ada perbezaan pendapat pada 12 surah tersebut:
1. Al-Fatihah
2. Al-Rad
3. Al-Rahman
4. Al-saff
5. Al-Tagabun
6. Al-Mutaffifin
7. Al-Qadar
8. Al-Bayyinah
9. Al-Zalzalah
10. Al-Ikhlas
11. Al-Falaq
12. Al-Nas

Nama-nama surat makkiyah berdasarkan urutan turunnya (menurut sebagian besar Ulama).

01. Al'Alaq
02. Al-Qalam
03. Al-Muzammil
04. Al-Muddatstsir
05. Al-Fatihah
06. Al-Masab (Al-Lahab)
07. At-Takwir
08. Al-A'la
09. Al-Lail
10. Al-Fajr
11. Adh-Dhuha
12. Alam Nasyrah (Al-Insyirah)
13. Al-'Ashr
14. Al-Aadiyat
15. Al-Kautsar
16. At-Takatsur
17. Al-Ma'un
18. Al-Kafirun
19. Al-Fiil
20. Al-Falaq
21. An-Nas
22. Al-Ikhlas
23. An-Najm
24. 'Abasa
25. Al-Qadar
26. Asy-Syamsu
27. Al-Buruj
28. At-Tin
29. Al-Quraisy
30. Al-Qariah
31. Al-Qiyamah
32. Al-Humazah
33. Al-Mursalah
34. Qaf
35. Al-Balad
36. Ath-Thariq
37. Al-Qamar
38. Shad
39. Al-A'raf
40. Al-Jin
41. Yaasin
42. Al-Furqan
43. Fathir
44. Maryam
45. Thaha
46. Al-Waqi'ah 47. Asy-Syura
48. An-Naml
49. Al-Qashash
50. Al-Isra
51. Yunus
52. Hud 53. Yusuf
54. Al-Hijr
55. Al-An'am
56. Ash-Shaffat
57. Lukman
58. Saba'
59. Az-Zumar
60. Ghafir
61. Fushshilat
62. Asy-Syura
63. Az-Zukhruf
64. Ad-Dukhan
65. Al-Jatsiyah
66. Al-Ahqqaf
67. Adz-Dzariyah
68. Al-Ghasyiyah
69. Al-Kahf
70. An-Nahl
71. Nuh
72. Ibrahim
73. Al-Anbiya
74. Al-Mu'minun
75. As-Sajdah
76. Ath-Thur
77. Al-Mulk
78. Al-Haqqah
79. Al-Ma'arij
80. An-Naba'
81. An-Nazi'at
82. Al-Infithar
83. Al-Insyiqaq
84. Ar-Rum
85. Al-Ankabut
86. Al-Muthaffifin
87. Al-Zalzalah
88. Ar-Rad
89. Ar-Rahman
90. Al-Insan
91. Al-Bayyinah
Turunnya surah-surah Makiyyah lamanya 12 tahun, 5 bulan, 13 hari, dimulai pada 17 Ramadhan 40 tahun usia Nabi (Februari 610 M).
Nama-nama surat madaniyah berdasarkan urutan turunnya (menurut sebagian besar Ulama).
01. Al-Baqarah
02. Al-Anfal
03. Ali 'Imran
04. Al-Ahzab
05. Al-Mumtahanah
06. An-Nisa'
07. Al-Hadid
08. Al-Qital
09. Ath-Thalaq
10. Al-Hasyir
11. An-Nur
12. Al-Hajj
13. Al-Munafiqun
14. Al-Mujadalah
15. Al-Hujurat
16. At-Tahrim
17. At-Taghabun
18. Ash-Shaf
19. Al-Jum'at
20. Al-Fath
21. Al-Ma'idah
22. At-Taubah
23. An-Nash


4. FAEDAH MENGETAHUI MAKKI DAN MADANI

Pengetahuan tentang makkiyah dan madani banyak faedahnya diantaranya:

Pertama : Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur`an, Sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan mentafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh yang tedahulu.

Kedua : Meresapi gaya bahasa Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah. Sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti peling khusus dlam retorika. Karakteristik gaya bahasa makki dan madani dalam Quran pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaaannya serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan.

Ketiga : Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an. Sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik dalam periode mekkah maupun madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. Qur`an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah SAW, peri hidup beliau yang diriwayatka ahlli sejarah harus sesuai denga Quran; dan Qur`an pun memberikan kata putus terhadapa perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.

----------------------
MUHAMMAD FAHMI BIN MD SABRI
4039

Sunday, January 31, 2010

NAMA-NAMA AL-QURAN

Nama-nama alquran
Al-Quran merupakan Kalam Allah yang mengandungi ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibrail untuk disampaikan kepada semua manusia. Al-Quran merupakan mukjizat yang paling agung yang telah mendapat jaminan daripada Allah SWT akan kekal terpelihara.
Terdapat lebih daripada 10 nama Al-Quran dirakamkan oleh Allah dalam kitabNya. Nama-nama itu menepati ciri-ciri dan kriteria Al-Quran itu sendiri.
1. Al-Kitab (Kitab)
Perkataan Kitab di dalam bahasa Arab dengan baris tanwin di akhirnya (kitabun) memberikan makna umum iaitu sebuah kitab yang tidak tertentu. Apabila ditambah dengan alif dan lam di depannya menjadi (Al Kitab) ia telah berubah menjadi suatu yang khusus (kata nama tertentu). Dalam hubungan ini, nama lain bagi Al-Quran itu disebut oleh Allah adalah Al-Kitab.
maksudnya :
Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, (menjadi) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (al-Baqarah: 2)
2. Al-Hudaa (Petunjuk)
Allah SWT telah menyatakan bahawa Al-Quran itu adalah petunjuk. Dalam satu ayat Allah menyatakan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia (2:185) dan dalam satu ayat yang lain Allah nyatakan ia sebagai petunjuk bagi orang-orang betaqwa. (3:138 )
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil) … (al-Baqarah: 185)
3. Al-Furqan (Pembeda)
Allah SWT memberi nama lain bagi Al-Quran dengan Al-Furqan beerti Al-Quran sebagai pembeda antara yang haq dan yang batil. Mengenali Al-Quran maka kesannya sewajarnya dapat mengenal Al-Haq dan dapat membedakannya dengan kebatilan.

ayat al-quran yang bermaksud :
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada hambaNya (Muhammad) … (al-Furqan: 1)
4. Ar-Rahmah (Rahmat)
Allah menamakan Al-Quran dengan rahmat kerana dengan Al-Quran ini akan melahirkan iman dan hikmah. Bagi manusia yang beriman dan berpegang kepada Al-Quran ini mereka akan mencari kebaikan dan cenderung kepada kebaikan tersebut.

serta ayat ini :
Dan Kami turunkan dari Al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar serta rahmat bagi orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang zalim (Al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian. (al-Isra: 82)
5. An-Nuur (Cahaya)
Panduan yang Allah gariskan dalam Al-Quran menjadi cahaya dalam kehidupan dengan mengeluarkan manusia daripada taghut kepada cahaya kebenaran, daripada kesesatan dan kejahilan kepada kebenaran ilmu, daripada perhambaan sesame manusia kepada mengabdikan diri semata-mata kepada Yang Maha Mencipta dan daripada kesempitan dunia kepada keluasan dunia dan akhirat.
Dengan kitab itulah Allah member petunjuk kepada orang yang mengikuti keredhaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari kegelapaan kepada cahaya dengan izinNya dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (al-Maidah: 17)
6. Ar-Ruuh (Roh)
Allah SWT telah menamakan wahyu yang diturunkan kepada rasulNya sebagai roh. Sifat roh adalah menghidupkan sesuatu. Seperti jasad manusia tanpa roh akanmati, busuk dan tidak berguna. Dalam hubungan ini, menurut ulama, Al-Quran mampu menghidupkan hati-hati yang mati sehingga dekat dengan Penciptanya.

ayat kalamullah yang bermaksud :
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) Ruuh (Al-Quran) dengan perintah Kami, … (ash-Shura: 52)
7. Asy-Syifaa’ (Penawar)
Allah SWT telah mensifatkan bahawa Al-Quran yang diturunkan kepada umat manusia melalui perantara nabi Muhammad SAW sebagai penawar dan penyembuh. Bila disebut penawar tentu ada kaitannya dengan penyakit. Dalam tafsir Ibnu Kathir dinyatakan bahawa Al-Quran adalah penyembuh dari penyakit-pnyakit yang ada dalam hati manusia seperti syirik, sombong, bongkak, ragu dan sebagainya.

serta ayat ini :

Wahai manusia! Sungguh, telah Kami datangkan kepadamu pelajaran (Al-Quran) dari Tuhanmu, penawar bagi penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman. (Yunus: 57)
8. Al-Haq (Kebenaran)
Al-Quran dinamakan dengan Al-Haq kerana dari awal hingga akhirnya, kandungan Al-Quran adalah semuanya benar. Kebenaran ini adalah datang daripada Allah yang mencipta manusia dan mangatur system hidup manusia dan Dia Maha Mengetahui segala-galanya. Oleh itu, ukuran dan pandangan dari Al-Quran adalah sesuatu yang sebenarnya mesti diikuti dan dijadikan priority yang paling utama dalam mempertimbangkan sesuatu.

mafhumnya :
Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu. (al-Baqarah: 147)
9. Al-Bayaan (Keterangan)
Al-Quran adalah kitab yang menyatakan keterangan dan penjelasan kepada manusia tentang apa yang baik dan buruk untuk mereka. Menjelaskan antara yang haq dan yang batil, yang benar dan yang palsu, jalan yang lurus dan jalan yang sesat. Selain itu Al-Quran juga menerangkan kisah-kisah uma terdahulu yang pernah mengingkari perintah Allah lalu ditimpakan dengan berbagai azab yang tidak terduga.
Inilah (Al-Quran) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk kepada seta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (al-Baqarah: 138 )
10. Al-Mau’izhah (Pengajaran)
Al-Quran yang diturunkan oleh Allah adalah untuk kegunaan dan keperluan manusia, kerana manusia sentiasa memerlukan peringatan dan pelajaran yang akan membawa mereka kembali kepada tujuan penciptaan yang sebenarnya. Tanpa bahan-bahan pengajaran dan peringatan itu, manusia akan terlalai dan alpha dari tugasnya kerana manusia sering didorong oleh nafsu dan dihasut oleh syaitan dari mengingati dan mentaati suruhan Allah.

dalil dari ayat al-quran :
Dan sungguh Kami telah mudahkan Al-Quran untuk peringatan, maka adakah orang yang mahu mengambil pelajaran? (daripada Al-Quran ini).(al-Qamar: 22)
11. Adz-Dzikr (Pemberi Peringatan)
Allah SWT menyifatkan Al-Quran sebagai adz-dzikra (peringatan) kerana sebetulnya Al-Quran itu sentiasa memberikan peringatan kepada manusia kerana sifat lupa yang tidak pernah lekang daripada manusia. Manusia mudah lupa dalam berbagai hal, baik dalam hubungan dengan Allah, hubungan sesame manusia mahupun lupa terhadap tuntutan-tututan yang sepatutnya ditunaikan oleh manusia. Oleh itu golongan yang beriman dituntut agar sentiasa mendampingi Al-Quran. Selain sebagai ibadah, Al-Quran itu sentiasa memperingatkan kita kepada tanggungjawab kita.

berdasarkan ayat allah yang bermaksud :
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-zikra (Al-Quran) dan Kamilah yang akan menjaganya (Al-Quran). (al-Hijr: 9)
12. Al-Busyraa (Berita Gembira)
Al-Quran sering menceritakan khabar gembira bagi mereka yang beriman kepada Allah dan menjalani hidup menurut kehendak dan jalan yang telah diatur oleh Al-Quran. Khabar-khabar ini menyampaikan pengakhiran yang baik dan balasan yang menggembirakan bagi orang-orang yang patuh dengan intipati Al-Quran. Telalu banyak janji-janji gembiran yang pasti dari Allah untuk mereka yang beriman dengan ayat-ayatNya.
dan ayat ini :
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim). (an-Nahl: 89)

---------------------------
MUHAMMAD NASUHA BIN MUSTAFFA
4429

PENGERTIAN AL-QURAN

Pengertian al-Qur’an
Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermaknaTalaa (تلا) [keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jama’a(mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinyaMatluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Oleh karena itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka kedoknya.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ
Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)
ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ
Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shaad:29)
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka iktuilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.”(al-Waqi’ah:77)
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ -وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.‘ Adapun orang-orang yang berimana, maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira # Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ أَئِنَّكُمْ
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)
فَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)
Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang karenanya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)
Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman,
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)